Soal Aksi Tolak UU Ciptaker Presiden dan DPR Serukan ke MK, Pakar HTN: Lempar Batu Sembunyi Tangan

- 14 Oktober 2020, 12:22 WIB
Demonstran menentang UU reformasi ketenagakerjaan omnibus law di luar gedung DPR di Jakarta, Indonesia pada 8 Oktober 2020. Buruh di seluruh Indonesia melakukan aksi mogok setelah DPR mengesahkan UU reformasi ketenagakerjaan omnibus law pada 5 Oktober 2020 yang merugikan hak-hak tenaga kerja.*
Demonstran menentang UU reformasi ketenagakerjaan omnibus law di luar gedung DPR di Jakarta, Indonesia pada 8 Oktober 2020. Buruh di seluruh Indonesia melakukan aksi mogok setelah DPR mengesahkan UU reformasi ketenagakerjaan omnibus law pada 5 Oktober 2020 yang merugikan hak-hak tenaga kerja.* /Anton Raharjo/Anadolu Agency/


POTENSI BISNIS - Setelah disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja oleh DPR beberapa waktu lalu, menyulut reaksi dari berbagai elemen masyarakat yang menolak.

Elemen masyarakat tersebut berasal dari buruh, mahasiswa, dan masyarakat lainnya turut menyuarakan penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja.

Terkait fenomena tersebut pemerintah menanggapi aksi turun ke jalan ini dengan menyerukan agar yang merasa keberatan, dan tidak setuju untuk mengajukan gugatannya ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca Juga: Sepak Bola Indonesia Liga 1 dan 2 Dilanjutak 1 November, Kesepakatan Itu Menghasilkan 3 Poin Berikut

Proses judicial review di Mahkamah Konstitusi bukan satu-satunya cara untuk mengubah atau membatalkan undang-undang.

“Seruan Presiden Joko Widodo atau (Jokowi) agar pihak yang tidak puas terhadap Omnibus Law UU Cipta Kerja mengajukan judicial review ke MK, bak lempar batu sembunyi tangan,” ucap Said Salahudin, Pemerhati Hukum Tata Negara yang juga Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) sebagaimana dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari situs KSPI pada 13 Oktober 2020.

Jika DPR dan Presiden memiliki kepekaan terhadap aspirasi rakyat, semestinya tuntutan masyarakat itu mereka selesaikan sendiri, bukan dilempar ke lembaga lain.

Baca Juga: Kualifikasi Piala Dunia 2022: Bolivia Harus Menelan Kekalahan Kedua dari Argentina Skor 1-2

“Tidak sepantasnya pemerintah lempar tangan soal Omnibus Law UU Cipta Kerja ini kepada lembaga negara yang lain. Dengan cara seperti itu pemerintah seolah menjadikan MK keranjang sampah. Konstitusionalitas undang-undang dianggap hanya urusan MK, sementara DPR dan pemerintah bisa bebas menyimpangi konstitusi,” tambahnya.

Hal ini sesuai dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa (TAP MPR VI/2001) dengan tegas disebutkan bahwa dalam etika politik dan pemerintahan, pemerintah dituntut untuk tanggap terhadap aspirasi rakyat.

Sistem hukum Indonesia mengatur bahwa dalam membentuk undang-undang, DPR dan Presiden harus tetap memperhatikan ketentuan UUD 1945 dan aspirasi rakyat.

Baca Juga: Kualifikasi Piala Dunia 2022: Neymar Cetak Hattrick untuk Brasil Menang 4-2 atas Peru

Apa yang dituntut oleh buruh, mahasiswa, dan elemen masyarakat lain pada aksi demonstrasi besar-besaran yang beberapa waktu ini terjadi adalah sudah jelas meminta DPR dan Presiden sendiri yang membatalkan UU Ciptaker, bukan MK.

“Jadi, jangan gurui mereka untuk melakukan pengujian undang-undang ke Mahkamah Konstitusi. Para pendemo itu bukan orang bodoh yang tidak mengerti prosedur pengujian undang-undang ke Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.

Sebagaimana dikabarkan Bekasi.Pikiran-Rakyat.com, "Presiden dan DPR Serukan Kasus Omnibus Law ke MK Saja, Pakar: Seolah Menjadikan MK Keranjang Sampah". Aksi turun ke jalan yang dilakukan adalah untuk menuntut kesadaran DPR dan Presiden agar membatalkan sendiri UU Cipta Kerja yang merugikan rakyat.

Baca Juga: Sinopsis Film Point Break Kisah Seorang FBI Muda Masuk Tim Atlet Ekstrem di Bioskop Trans TV

Apa yang dituntut oleh rakyat atau para demonstran itu dalam teori hukum tata negara disebut dengan legislative review atau pengujian produk legislasi oleh lembaga legislatif. Dalam hal ini DPR selaku legislator dan Presiden selaku co-legislator.

Pengunjuk rasa juga menuntut agar Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang undang (Perppu) agar UU Cipta Kerja bisa dibatalkan dalam waktu yang lebih cepat.

Aspirasi rakyat ini disebut dengan proses executive review atau peninjauan kembali perangkat hukum oleh badan pemerintah dan Presiden memiliki kewenangan tersebut.

Baca Juga: Usai Bentrok Polisi 'Bawa Pulang' 33 Motor Pendemo UU Cipta Kerja, Sebab Ditinggal Pemilik

Jadi yang dituntut oleh masyarakat ini sudah jelas merupakan legislative review atau executive review, bukan judicial review, sehingga DPR dan Presiden bisa membatalkan UU Cipta Kerja ini tanpa harus ada gugatan ke MK.***(Galina Sophia/Bekasi.Pikiran-Rakyat.com)

Editor: Pipin L Hakim

Sumber: bekasi.pikiran-rakyat.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x