POTENSI BISNIS - Ketua Komisi VIII DPR RI, Yandri Susanto meminta biaya sertifikasi hahal selaras dengan RUU Ciptakerja atau Omnibuslaw, sehingga peran Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) optimal.
Di sisi lain, dia mengatakan agar penetapan biaya sertifikasi tersebut segera ditentukan batas atas dan bawahnya sehingga ada kepastian bagi masyarakat.
“Itu sebagai upaya mengoptimalkan peran Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kemenag,” kata Yandri dalam rapat gabungan bersama lintas kementerian/lembaga di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin 28 September 2020.
Baca Juga: Proyeksi Keuangan BI Mengalami Defisit pada 2021 Sebesar Rp21,8 Triliun
Baca Juga: Anggota Komisi X DPR Mendesak RUU Perlindungan Ulama Masuk Prolegnas 2020
Tarif, kata dia, juga agar tidak memberatkan masyarakat terutama usaha kecil. "Pada prinsipnya kami menyetujui usulan tarif yang disampaikan. Tapi saat ini yang dibutuhkan Kemenag adalah penetapan ambang atas dan bawah dari tarif tersebut yang harus ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan," ujarnya.
Yandri mendorong adanya penyederhanaan prosedur sertifikasi halal, kepastian waktu proses pengurusan sertifikasi, jaminan ketersediaan tempat dan fasilitas pengujian sampel produk.
Komisi VIII, lanjut dia, juga meminta pemerintah mempertahankan upaya pembebasan biaya bagi pelaku usaha UMKM yang beromset tertentu sehingga menggerakkan usaha kecil dan menengah.
Baca Juga: Kemenkop UKM Mengupayakan LPS Koperasi Masuk dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja
Baca Juga: RUU Cipta Kerja, Peneliti UGM Sebut dapat Mendukung Pertumbuhan UMKM Sektor Pariwisata
Sementara itu, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid yang hadir dalam rapat tersebut mengatakan nominal biaya sertifikasi halal belum final karena menunggu disahkannya UU Cipta Kerja.
Adapun Zainut hadir dalam pertemuan tersebut mewakili Menteri Agama Fachrul Razi yang tidak dapat hadir karena masih dirawat akibat terinfeksi Covid-19. Dilansir Antara.
“Boleh jadi ada beberapa pos-pos pembiayaan yang belum tercover atau hal-hal yang perlu dipertimbangkan terkait masa waktu yang semula 97 hari menjadi 21 hari, pasti juga berpengaruh pada cost," pungkasnya.***