Berdasarkan SE Kapolri Tersangka Pelanggaran UU ITE Tidak Ditahan Jika Telah Sadar dan Meminta Maaf

23 Februari 2021, 10:36 WIB
Kapolri Jenderal Listyo Sigit menandatangani Surat Edaran: SE/2/11/2021 pada Jumat, 19 Februari 2021. /Polres Magelang


POTENSI BISNIS - Surat Edaran (SE) Nomor: SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Raung Digital Indonesia yang bersi, sehat dan produktif.

Surat Edaran tersebut dikeluarkan Kaporli Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, yang didalamnya, mempertimbangkan perkembangan situasi nasional soal penerapan UU Nomor 19 Tahun 2016.

Tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat memalui ruang digital.

Baca Juga: Bertindak Tegas Kepada Anggotanya, Kapolri: Tidak Pernah Ada Toleransi

"Maka diharapkan kepada seluruh anggota Polri berkomitmen menerapkan penegakan hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat," kata Kapolri lewa SE tersebut.

Menurut Listyo Sigit, Polri selalu mengedepankan edukasi dan upaya persuasif, sehingga dapat menghindari dugaan kriminalisasi terhadap orang yang dilaporkan serta dapat menjamin ruang digital Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika dan produktif dalam rangka penegakan hukum yang berkeadilan.

Baca Juga: Jadwal SIM Keliling Hari Ini 23 Februari 2021: DKI Jakarta, Bogor, Bekasi dan Bandung

Adapun pedoman dalam SE Kapolrii tersebut penyidik diminta turut hal-hal berikut ini;

1. Mengikuti perkembangan pemanfaatan ruang digital yang terus berkembang dengan segala macam persoalannya.

2. Memahami budaya beretika yang terjadi di ruang digital dengan mengintentarisi berbagai permasalahan dan dampak yang terjadi di Masyarakat.

3. Mengedepankan upaya preemtif dan preventif melalui virtual police dan virtual alert yang bertujuan untuk memonitor, mengedukasi memberikan peringatan serta mencegah masyarakat dan potensi tindak pidana siber.

Baca Juga: BMKG Peringatkan Warga Jakarta, Diramalkan Akan Ada Hujan Disertai Petir dan Angin Kencang

4. Dalam menerima laporan dari masyarakat, penyidik harus dapat membedakan antara kritik, masukan, hoaks, dan pencemaran nama baik, yang dapat dipidana untuk selanjutnya menentukan langkah yang akan diambil.

5. Sejak penerimaan laporan, penyidik diminta berkomunikasi dengan para pihak terutama korban (tidak diwakilkan) dan memfasilitasi serta memberi ruang seluas-seluasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melaksanakan mediasi.

6. Melakukan kajian dan gelar perkara secara komprehensif terhadap perkara yang ditangani dengan melibatkan Breskrim/Dittipidsiber (dapat melalui zoom meeting) dan mengambil keputusan secara kolektif kolegial berdasarkan fakta dan data yang ada.

Baca Juga: Cuti Bersama Tahun 2021 Hanya Dua Hari, Ini Pertimbangan Pemerintah

7. Penyidik berprinsip bahawa hukum pidana merupakan upaya terakhir dalam penegakan hukum (ultimatum remidium) dan mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara.

8. Terhadap para pihak dan/atau korban yang akan mengambil langkah damai agar menjadi bagian prioritas penyidik untuk dilaksanakan restorative justice, kecuali perkara yang berdifat berpotensi memcah belah, suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), radikalisme dan separatisme.

9. Korban yang tetap ingin perkaranya diajukan ke pengadilan, namun tersangka telah sadar dan meminta maaf, maka terhadap terhadap tersangka tak dilakukan penahanan, dan sebelum berkas diajukan ke JPU agar diberikan ruang untuk mediasi kembali.

10. Penyidik agar berkoordinasi dengan JPU dalam pelaksanaannya, termasuk memberikan saran dalam hal pelaksanaan mediasi pada tingkat penuntutan.

11. Agar dilakukan pengawasan secara berjenjang terhadap setiap langkah penyidik yang diambil, dan meberikan reward serta punishment atas penilaian pimpinan secara berkelanjutan.***

Editor: Pipin L Hakim

Tags

Terkini

Terpopuler