POTENSIBISNIS – Keberadaan Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, serta para pemimpin Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) lainnya, yang ditahan oleh militer dalam kudeta pada Senin 1 Februari 2021 hingga saat ini belum diketahui publik
Sudah lebih dari 24 jam sejak ditahan, Suu Kyi belum terlihat di mana pun.
Satu-satunya komunikasi yang disampaikan Suu Kyi tertuang dalam bentuk tulisan.
Baca Juga: Harga Cabai Rawit Masih 'Pedas', IKAPPI Sebut Ikan Juga Naik Jadi Rp37.000 di Pasar Tradisional
Dalam tulisannya, ia mendorong masyarakat Myanmar untuk berunjuk rasa menentang kudeta militer.
Isu kudeta sudah santer terdengar sejak pekan lalu begitu seorang pejabat militer menyampaikan ancaman bahwa tentara akan bertindak jika tuduhan mengenai kecurangan pemilu tidak direspons dengan penyelidikan
Militer tidak memberikan informasi tentang di mana mereka ditahan atau bagaimana kondisi mereka.
Sebagaimana dikutip PotensiBisnis.com dari ANTARA, kondisi Jalan-jalan di Myanmar sepi selama pemberlakukan jam malam dalam upaya menghentikan penyebaran virus Covid-19.
Baca Juga: Kapolri Jenderal Listyo Sigit Bertemu Ketua MA Mohammad Syafruddin, Ini yang Dibahas
Pasukan dan polisi anti huru-hara pun diturunkan di Ibu Kota, Naypyidaw, juga di kota pusat perdagangan utama, Yangon.
Pada Selasa 2 Januari 2021 pagi internet dan sambungan telepon berjalan kembali namun untuk tempat perbelanjaan yang biasanya ramai menjadi sepi.
Bandara di pusat komersial Yangon ditutup.
Namun untuk bank-bank akan kembali dibuka pada Selasa setelah menangguhkan layanan pada Senin.
Baca Juga: 11 Juta Vaksin Sinovac Tahap Keempat Tiba di Indonesia
Dalam mengkonsolidasikan kudeta, junta militer mencopot 24 menteri dan menunjuk 11 orang pengganti untuk mengawasi berbagai kementerian, termasuk keuangan, pertahanan, urusan luar negeri, dan dalam negeri.
Tokoh Biksu Buddha Shwe Nya War Sayadaw, yang terang-terangan mendukung kepala NLD juga ditangkap.
Biksu adalah kekuatan politik yang kuat di Myanmar, karena di negara ini mayoritas penduduknya beragama Buddha.
Namun salah satu keprihatinan para diplomat PBB adalah nasib kaum Muslim Rohingya serta kelompok-kelompok etnis minoritas lainnya yang juga diusir dari negara itu oleh militer.
Bangladesh telah menampung sekitar satu juta orang Rohingya dan menyerukan “perdamaian dan stabilitas".
Bangladesh juga berharap proses pemulangan para pengungsi dapat terlaksana.***