Soal La Nina, BMKG Beri Penjelasan Terjadi Puncak hingga Dampaknya Berikut Ini

- 25 Oktober 2020, 12:22 WIB
Ilustrasi peta Indonesia .
Ilustrasi peta Indonesia . /ui.ac.id

 

POTENSI BISNIS - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan fenomena alam iklim La Nina akan berlangsung pada Oktober 2020 hingga Maret 2021 mendatang.

Prediksdi tersebut dikarenakan fenomena iklim global yang ditandai dengan adanya anomali suhu muka air laut di Samudera Pasifik tengah ekuator.

Di lokasi tersebut, suhu muka air laut lebih dingin dari biasanya. Bahkan, BMKG menyebutkan hingga saat ini suhu di sana mencapai lebih dari minus 1 derajat celcius.

Baca Juga: Jadwal Acara TV Trans 7 Live Race MotoGP Teruel 2020 dan Trans TV Masak Masak Hari Ini 25 Oktober

Menurut Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dampaknya dari fenomena itu bakal terasa di Indonesia yang suhu muka air lautnya cenderung hangat.

Diprediksi, kata Dwikorita, puncak fenomena alam La Nina ini terjadi pada bulan Desember hingga Februari.

Karenanya ia meminta seluruh elemen baik masyarakat dan pemerintah mengantisipasi terjadinya bencana hidrometeorologi yang mungkin terjadi.

Baca Juga: Jualan Sabun Hasilkan Rp12 T, Simak Pengalaman Harjo Sutanto

“Puncaknya diprediksi terjadi bulan Desember dan puncak musim hujan itu Januari Februari. Sehingga kita harus bersiaga menghadapi Desember, Januari, Februari. Maret masih terjadi La Nina tapi semakin melemah sampai April,” jelasnya saat on air di Radio PRFM 107,5 News Channel, Minggu 25 Oktober 2020.

Menurutnya, fenomena ini terjadi lantaran adanya perbedaan suhu muka air laut di Samudera Pasifik tengah ekuator dengan di laut Indonesia.

“Padahal suhu muka air laut di Indonesia ini sudah hangat. Sudah di atas 26 derajat celcius atau bahkan sudah 28 derajat celcius atau lebih. Artinya, terjadilah gap, perbedaan yang nyata antara suhu muka air laut di Samudera Pasifik tengah ekuator dengan suhu muka air laut di Indonesia,” ujar Dwikorita.

Baca Juga: 5 Tips Jualan Online di Twitter bagi Pemula, Dijamin Kebanjiran Orderan

Akibatnya, menurut Dwikorita, terjadilah perbedaan tekanan udara yang menyebabkan terjadinya aliran masa udara basah dari Samudera Pasifik menuju ke kepulauan Indonesia.

Seperti dikabarkan prfmnews.pikiran-rakyat.com dalam artikel berjudul, "BMKG Beberkan Penjelasan Soal Fenomena La Nina, Kapan Puncaknya dan Apa Dampaknya". Aliran masa udara basah ini semakin menguat, karena perbedaan suhu semakin tinggi.

Terlebih lagi, Indonesia saat ini tengah masuk pada musim penghujan yang curah hujannya cukup tinggi.

“Berdampak pada penambahan uap air dan pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia yang sebetulnya saat ini sudah terjadi penguapan yang intensif dan pembentukan awan hujan akibat dari masuknya musim hujan. Sehingga terjadi penambahan yang diprediksi menambah akumulasi curah hujan bulanan dan musiman yang meningkat sampai 20-40 persen di atas normal,” katanya.

Untuk menanggulangi hal ini, ia mengaku pihaknya telah bekerja sama dengan PUPR, Badan Geologi, Kementerian Lingkungan Hidup, hingga pemerintah daerah di Indonesia untuk meminimalisir dampak yang terjadi.

Ia pun meminta masyarakat untuk senantiasa aktif dalam memantau perkembangan fenomena ini dari BMKG.

“Kami sejak awal Oktober berkoordinasi dengan lembaga terkait seperti PUPR yang mengatasi banjir, kemudian Badan Geologi, juga Kementerian Lingkungan Hidup serta pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dan BNPB. Untuk menyiapkan pengelolaan tata air dari hulu ke hilir dan bagaimana meningkatkan kapasitas tampungan air di danau, waduk dan tampungan air,” ungkapnya.***(Haidar Rais/prfmnews)

Editor: Pipin L Hakim

Sumber: PRFM News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x