Terkait Pembahasan RRU Omnibus Law Cipta Kerja Jutaan Buruh akan Lakukan Aksi Serentak 6-8 Oktober

- 4 Oktober 2020, 12:13 WIB
Aksi unjukrasa buruh. /antara
Aksi unjukrasa buruh. /antara /

POTENSI BISNIS - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan, untuk menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja aksi unjuk rasa akan digelar di lingkungan perusahaan/pabrik masing-masing secara serentak di seluruh Indonesia, yang melibatkan sekitar 2 juta buruh.

Menurutnya, aksi unjuk rasa atau mogok nasional tersebut akan diadakan pada 6-8 Oktober dari pukul 06.00 - 18.00 WIB.

Hal itu dilakukan, kata dia, sebagai bentuk protes atas rencana pengesahan RUU Cipta Kerja Omnibus Law yang dinlai merugikan kaum buruh dan digelar di lingkungan perusahaan/pabrik masing-masing supaya menghindari penyebaran penularan wabah Covid-19.

Baca Juga: Soal BLT BPJS Ketenagakerjaan Ada Kendala, Segera Laporkan Via bantuan.kemnaker.go.id atau Whatsapp

"Jadi sebenarnya ini unjuk rasa, bukan mogok kerja, akan dilakukan serempak di seluruh Indonesia, dengan dasar hukumnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum," kata Iqbal di Jakarta pada Sabtu 3 Oktober 2020.

Serikat kerja di tingkat perusahaan, lanjutnya, sudah mengirimkan surat izin kepada kepolisian resor (polres) masing-masing daerah.

Sementara untuk serikat kerja di tingkat nasional juga telah mengirimkan izin untuk berunjuk rasa di lingkungan perusahaan/pabrik masing-masing kepada Mabes Polri.

Baca Juga: Airlangga Hartato, Apresiasi atas Selesainya Pembahasan RUU Ciptaker di Tingkat Baleg

Dengan menggelar unjuk rasa dari pukul 06.00 - 18.00 WIB, menurutnya berarti tingkat produksi kerja akan secara langsung terkena dampak dari aksi mogok nasional yang akan digelar secara serentak tersebut.

"Produksi akan setop karena mereka unjuk rasanya dari jam 06.00 WIB pagi sampai jam 18.00 WIB sore. Dan lokasinya itu adalah masih di lingkungan pabrik, di halaman pabrik, di kantin, di halaman parkir mobil, dan area lainnya," paparnya.

Said mengatakan unjuk rasa pada 6-8 Oktober tersebut akan melibatkan sekitar 2 juta buruh di 150 kabupaten/kota yang berada di 20 provinsi seluruh Indonesia, antara lain di DKI Jakarta seluruhnya, di Banten ada dari Kota dan Kabupaten Tangerang, Tangerang Selatan, Serang dan Cilegon.

Baca Juga: Melalui JPS, Kemnaker Luncurkan Program Pengembangan dan Perluasan Kesempatan Kerja

Di Jawa Barat (Jabar) melibatkan para buruh dari Bogor, Depok, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Cirebon, Bandung dan Cimahi.

Dari Jawa Tengah ada buruh yang ikut unjuk rasa dari Semarang, Kendal, Jepara dan di Jawa Timur ada dari Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, Pasuruan, Gresik.

Untuk wilayah Sumatera, ada dari Sumatera Utara, Medan, Deliserdang, Serdang Bedagai. Di Kepulauan Riau ada kaum buruh dari Batam, Bintan, Karimun dan masih banyak lagi lainnya.

Sementara itu, tuntutan utama dalam unjuk rasa tersebut ada 10 poin, antara lain tentang pemutusan hubungan kerja (PHK), tentang sanksi pidana, tenaga kerja asing (TKA), tentang upah minimum kota/kabupaten (UMK), dan Upah Minimum Sektoral Kota/Kabupaten (UMSK), tentang pesangon, waktu kerja, hak upah atas cuti atau cuti yang hilang, tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak seumur hidup, "outsourcing" atau alih daya seumur hidup dan tentang potensi hilangnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun akibat karyawan kontrak atau alih daya seumur hidup.

Baca Juga: Penderita Sakit Jantung Paling Beresiko Apabila Terinfeksi Covid-19, Beikut Pernyataan Lebih Lanjutn

Dari 10 poin tuntutan tersebut, Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR, kata Said, memang menyepakati agar tiga isu, yaitu isu tentang PHK, sanksi dan TKA, dapat kembali kepada ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Sebagaimana dikabarkan beritadiy.pikiran-rakyat.com pada artikel: "Omnibus Law RUU Cipta Kerja Dibahas Jelang Tengah Malam, 2 Juta Buruh se Indonesia Akan Unjuk Rasa". Namun demikian, menurut Said, tujuh isu lainnya juga sangat penting karena menyangkut kesejahteraan dan upah para buruh.

"Apa itu yang masih dituntut? Meminta UMK dan UMSK jangan hilang. Jadi kembali ke Undang-Undang Nomor 13/2013 tentang Ketenagakerjaan, UMK dan UMSK jangan hilang," katanya.

Baca Juga: Tsunami Pulau Jawa 20 Meter Megathrust Pantai Selatan, BMKG Ungkap Cara Selamat dari Bencana

Pada ketentuan terkait UMK dan UMSK tersebut, pemerintah dan DPR, kata Said, menetapkan harus bersyarat. Sementara, serikat kerja menuntut agar ketentuan terkait UMK dan UMSK itu tidak bersyarat.

"Kita enggak setuju. Syarat apa maksudnya? Kita kan enggak jelas. Jadi (seharusnya) UMK tidak bersyarat dan UMSK tidak hilang," ujarnya.

Kemudian, para buruh juga menuntut agar pesangon tidak dikurangi, selain mereka juga tidak setuju adanya ketentuan tentang karyawan kontrak dan tenaga alih daya seumur hidup tanpa ada batas waktu.

"Nah, hal-hal lain adalah tentang cuti atau cuti bagi pekerja perempuan khususnya, kemudian juga kita minta jangan ada yang hilang jaminan sosial buat karyawan kontrak dan 'outsourcing'. Kemudian, jangan ada juga waktu kerja yang eksploitatif karena itu adalah salah satu bentuk perbudakan," tandasnya.***(Resti Fitriyani/BeritaDIY)

Editor: Pipin L Hakim

Sumber: Berita DIY


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah