'Nombok' Risiko Nyata, Kreatif jadi Wajib untuk Pebisnis Hadapi Adaptasi Kebiasaan Baru

- 7 Agustus 2020, 10:39 WIB
Ilustrasi : Nombok dalam bisnis
Ilustrasi : Nombok dalam bisnis /pixabay/1820796

POTENSI BISNIS - Adaptasi kebiasaan baru (AKB) harus disikapi serius oleh siapa saja yang ingin bisnisnya tetap hidup.

Meski untuk berkembang dan maju masih jauh, namun ada sejumlah catatan dimana harus dilakukan pebisnis dalam menghadapi AKB ini.

Risiko nombok modal itu menjadi tantangan nyata yang ada di depan mata. Namun untuk mengimbangya, pebisnis dituntut jauh lebih kreatif.

Demikian dikatakan Ridwansyah Yusuf, Anggota Dewan Eksekutif Tim Akselerasi Percepatan Pembangunan Jawa Barat dalam peresmian Tititik, coworking space milik Bandung Initiative Movement (BIM), Jl Cihampelas No 200, Bandung belum lama ini.

Baca Juga: Indonesia Masih Kuat Hadapi Bencana Resesi Jika Lakukan Hal ini

Menurut dia, komunitas startup dan bisnis seperti BIM tak boleh hanya siap untung. Apalagi pandemi telah merubah banyak tatanan.

"Masa sekarang ini membentuk mental pebisnis sesungguhnya. Kita tidak akan kembali ke kondisi sebelumnya, maka kita dalam AKB ini juga harus adaptasi bisnis baru," katanya dalam peresmian secara offline dan online seperti dikutip Potensi Bisnis.com dari Pikiran-Rakyat.com "Adaptasi Kebiasaan Baru, Pebisnis Harus Siap 'Nombok

Dia menjelaskan, sekalipun punya uang, orang akan khawatir jika harus berwisata ke Bali, misalnya.

Maka, startup dan pebisnis harus menemukan model bisnis yang membuat bisnis tetap bertahan bahkan mendulang untung.

"Karena itu saya menyambut baik BIM yang sediakan coworking gratis untuk anggotanya. Karena dengan bergaul sesama pengusaha, itu mental akan kuat. Jangan sampai sekali dua kali gagal langsung mundur, padahal sukses tinggal selangkah lagi. Jadi, komunitas itu penting," sambung staff khusus Gubernur Jabar Ridwan Kamil itu.

Nur Islami Javad, Cofounder BIM menjelaskan, coworking itu gratis untuk anggotanya selama sudah teregistrasi di laman utama mereka yang juga diresmikan kemarin.

Beralamat di bimindonesia.id, laman tersebut memadukan empat fitur dari Linkedin, Twitter, WhatsApp, dan Facebook.

Selain coworking open space yang merangkap Garden Coffee di lantai tiga, pihaknya juga sedang mengembangkan dua lahan coworking dan kamar kos lainnya di lantai dua.

Khusus area kerja di lantai ini, akan dikenakan tarif yang diklaim termurah se-Bandung yakni kisaran Rp1,5 juta per bulan.

"Khusus space gratis tadi, ini bukan hanya untuk BIM tapi mitra kerja kami lainnya, seperti The Local Enabler dan Startup Bandung. Yang penting ada aktivitas kolaborasi dan sinerginya," sambungnya.

Menurut Jeff, sapaannya, saat ini anggota BIM hampir 1.500 entitas di sembilan kota di Jawa Barat dengan yang aktif berkisar 1.000 usahawan. Tititik diharapkan selain menjadi area kerja, juga ke depannya menjadi ajang pamer produk yang direncanakan unman store (tanpa penjaga) seperti diperagakan Amazon.com.

Dwi Indra Purnomo, Founder The Local Enabler mengatakan, aneka aktivitas dari BIM diperlukan sebagai solusi proses bisnis yang sulit dan berliku dari pebisnis.

"Ada konsep yang disebut learning the hard way, belajar sulitnya bisnis. BIM dengan komunitas, berbagi ilmu sesama serta area bekerja bersama, itu akan menjadi jembatan dari proses learning the hard way bagi pebisnis muda," pungkasnya. 

Dia juga mengapresiasi laman BIM yang bersistem database terverifikasi yang selama ini jadi isu di komunitas usahawan. Cara ini menghilangkan keraguan dalam berjejaring, sehingga proses bisnis sesama anggota BIM menjadi lebih lancar.***

Editor: Awang Dody Kardeli

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x