POTENSI BISNIS - Negara-Negara yang terdampak langsung pandemi Covid-19 mengalami penurunan ekonomi secara drastis. Hal ini disebabkan roda ekonomi terhenti akibat kebijakan Lock Down. Bahkan negara tetangga seperti Singapura mengalami penyusutan hingga 12,6 persen.
Bagaimana dengan Indonesia? sampai saat ini perekonomian Indonesia hampir mendekati Penurunan kinerja ekonomi selama beberapa bulan di tahun ini (Resesi).
Sebagian besar perempuan Indonesia bekerja di sektor informal. Sektor ini sangat potensial jika perempuan dilihat sebagai agen ekonomi demi menyejahterakan masyarakat dan menurunkan angka kemiskinan keluarga.
Baca Juga: 6 Tips Mengubah Medsos Menjadi Mesin Uang
Kontribusi perempuan sangat dibutuhkan demi memulihkan perekonomian nasional pasca pandemi Covid-19. Itulah pernyataan Nadia Fairuza peneliti Center or Indonesia N Policy Studies.
Nadia menuturkan dalam siaran pers di Jakarta “perempuan menjadi menjadi pihak yang terdampak secara tidak proporsional karena mereka tersebar di banyak kelompok rentan dan kelompok terdampak pandemi, baik sebagai seorang tenaga kerja maupun sebagai seorang perempuan yang penghasilannya bergantung pada kepala keluarga”
Dikutip potensi-bisnis.com dari antaranews.com “Peneliti: Pemulihan Ekonomi Pascapandemi butuh kontribusi perempuan”, Menurutnya, kontribusi perempuan sebagai upaya pemulihan perekonomian sangat bisa dicapai dengan memberi akses perempuan bekerja di semua bidang tanpa pembatasan. Sektor UMKM dan informal memiliki jumlah yang besar membuktikan peran penting perempuan dalam perekonomian.
“Lebih dari 50 persen UMKM di Indonesia dimiliki perempuan. Namun masa pandemi sekarang ini, keterwakilan dalam jumlah besar juga menjadikan mereka lebih rentan tedampak pandemi,” katanya.
Baca Juga: Langkah Mudah Menganalisis Kebutuhan Pasar bagi Pemula dalam Berbisnis
Pasrtiisipasi angkatan kerja perempuan Indonesia sangat rendah, menurut data Bank Dunia menujukan angka 53,5 persen, jumlah yang hampir sama jika dibandungkan dengan partisipasi angkatan kerja perempuan di Asia Timur dan Pasifik yaitu sebesar 67,7 persen.
Sementara partisipasi angkatan kerja laki-laki 81,82 persen, perbedaan yang sangat jauh antara angkatan kerja laki laki dan perempuan Rendahnya angkatan kerja perempuan disebabkan faktor kelahiran.
Jika perempuan sudah melahirkan, maka kebanyakan perempuan meninggalkan pekerjaan mereka untuk mengurus keluarga, terutama setelah melahirkan.
“Diperlukan sinergi antara institusi, baik itu pemerintah, swasta, dalam membantu meningkatkan partisipasi angkatan kerja perempuan. Sinergi dapat diwujudkan dalam sebuah kesepakatan atau peraturan yang memunkinkan semua institusi menyediakan fasilitas ramah gender untuk mendukung karyawan perempuan dalam menjalankan pekerjaanya.” Nadia melanjutkan.
Kondisi ini diperburuk dengan adanya pandemi Covid-19 yang merenggut pekerjaan perempuan. Solusinya adalah memfasilitasi mereka dalam menagkses layanan penitipan anak. Ini akan sangat membantu perempuan untuk kembali bekerja untuk memulihkan perekonomian nasional tanpa khawatir anak tidak terawat dengan baik.*** M Razi Rahman