Mengaku Diancam Staf Khusus Edhy Prabowo, Zulficar: Saya Ajukan Pengunduran Diri

3 Maret 2021, 16:05 WIB
Mantan Dirjen Perikanan Tangkap kKP M. Zulficar Mochtar (batik cokelat) menjadi saksi terdakwa Direktur PT DPPP Suharjito yang didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 3 Maret 2021. /Desca Lidya Natalia/ANTARA

POTENSI BISNIS – Staf khusus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Andreau Misanta dituding pernah mengancam M. Zulficar Mochtar.

Zulficar akan dicopot dari jabatannya sebagai Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Ancaman itu dilontarkan karena tidak setuju dengan ekspor benih lobster (benur).

Baca Juga: Vaksin Covid-19 Jadi Rebutan Dunia Internasional, Menkes: Bersyukur Kita Bisa Dapat

Hal tersebut dikatakn Zulficar di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu 3 Maret 2021.

Ia mengatakannya saat menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT. Dua Putera Perkasa Pratama (PT. DPPP) Suharjito.

Menurutnya saat itu dia diminta untuk menandatangani rekomendasi pengekspor pada 9 Juli.

Baca Juga: Kemendikbud Nadiem Luncurkan Program Guru Belajar dan Berbagi untuk Calon ASN PPPK

Namun dia tolak meski dari Dirjen Budidaya sudah lolos.

“Lalu Andreau lapor ke menteri kemudian Pak Menteri telepon saya, kemudian Andreau bilang 'Ficar ini akan dicopot oleh menteri'," kata Zulficar, dikutip Potensibisnis.com dari ANTARA.

Zulficar berkata, saat itu Edhy Prabowo memintanya untuk meloloskan perusahaan tersebut, karena barangnya sudah berada di bandara.

Saat itu Edhy Prabowo mengatakan bila gagal ekspor karena suratnya tidak keluar maka bisa menyebabkan kerugian, dan akan menyebabkan masalah.

"Saya katakan, baik saya cek lagi, secara administraitf memang sudah lengkap semua," ujar Zulficar.

Akhirnya Zulficar pun menandatangani dokumen persyaratan untuk PT Aquatic SSLautan Rejeki, PT Tania Asia Marina.

Ada juga untuk UD Samudera Jaya, PT Grahafoods Indo Pasifik dan PT Indotama Putra Wahana.

Namun setelah dia tanda tangani 5 dokumen perusahaan tersebut, pada minggu depannya Zulficar mengajukan pengunduran diri.

“Tanggal 13 Juli 2020 saya buat surat pengunduran diri, tanggal 14 Juli saya serahkan dan tanggal 17 Juli saya terakhir masuk kantor," ucap Zulficar.

Sebenarnya menurut Zulficar, selain 5 perusahaan itu, pada Juni 2020 sudah ada 2 perusahaan yang sempat melakukan ekspor benih lobster tanpa sepengetahuan dirinya.

2 perusahaan tersebut ialah PT Aquatic SSLautan Rejeki dan PT Tania Asia Marina.

Dia juga mengungkapkan kejanggalan-kejanggalan yang terjadi meski memang secara administrasi sudah beres dokumennya.

“Tapi saya tidak yakin masa dalam waktu 1-2 bulan sudah sukses 'restocking' dan budi daya, karena seharusnya butuh waktu setahun sampai perusahaan sukses budi daya,” katanya.

Zulficar pun memutuskan untuk bertanya ke beberapa pihak.

“Saya tanya di mana dirjen Budidaya, di mana direktur-nya? Karena menurut saya hal itu tidak valid," kata Zulficar.

Zulficar mengaku, dirinya sempat melaporkan hal tersebut ke Itjen KKP karena tidak yakin dengan mekanisme pemberian rekomendasi perusahaan ekspor.

Zulficar berkata sejak awal Edhy Prabowo memang berniat untuk melakukan ekspor benih lobster yang didukung dengan para penasihat dan komite pemangku kepentingan.

"Pak menteri punya penasihat jumlahnya 13-14 orang dan komite pemangku kepentingan untuk sosialisasi masyarakat, jadi penasihat dan komite tahu prosesnya dan juga di-'back up' biro hukum," ujarnya.

Para penasihat di KKP antara lain adalah mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri sebagai koordinator, Bayu Priyambodo serta Effendy Gazali.

Keterangan-keterangan tersebut didapat ketika Zulficar menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT. Dua Putera Perkasa Pratama (PT. DPPP) Suharjito.

Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar.

Secara rinci uang tersebut terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440 kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Diketahui dari berita Potensibisnis.com sebelumnya KPK telah menetapkan Edhy sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan.

Suap itu dilakukan guna mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK.

Ialah Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar. Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar.

Uang tersebut diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.

Dalam kasus ini Selain Edhy, terdapat enam orang yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF).

Ada juga Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM), swasta/Sekretaris Pribadi Menteri Kelautan dan Perikanan Amiril Mukminin (AM).

Selain itu, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF), dan Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).***

 

Editor: Muhammad Sadili

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler