“Saat itu saya telah membuat pabrik bakso. Perkembangan berikutnya, saya melihat peluang yang sama besar antara daging, unggas,dan ikan. Akhirnya saya putuskan untuk membuat pengolahan ikan,” kata Suhartijo.
Sebelum melakoni usaha olahan, pada 1990 ia datang dari Jepara ke Jakarta sebagai kontraktor lalu berkembang hingga menjadi developer.
Namum terpaan krisis moneter saat itu membuatnya mengubah haluan menjadi pengusaha pangan.
Jumlah sapi yang dipotongnya kala itu mencapai 200 ekor per hari guna mencukupi pasar Ibukota.
Lalu dia pun merambah ke usaha pengolahan ikan, seperti produk bakso, kornet, dan olahan ikan lainnya.
“Produk olahan ikan yang paling diminati sejauh ini oleh konsumen adalah bakso ikan,” ujarnya.
Kapasitas pabrik yang mampu memproduksi 15 ton olahan per hari dirasa kurang oleh Suhartijo. Melihat potensi pasar yang masih luas, ia pun menangkap peluang dengan mengambangkan pabriknya agar mampu berproduksi lima kali lebih banyak pada tahun 2016.
Selain pasar domestik, perusahaan yang dipunggawainya menyasar pasar Taiwan dengan produk fillet nila, dengan pasokan bahan baku dari Medan dan Sulawesi.
Ikan tenggiri pun tak luput dari pengamatannya, melalui sebuah pameran yang dihelat di Vietnam 2015, ia memperoleh konsumen untuk produk tersebut di Vietnam.
Sementara patin ia maksimalkan untuk kebutuhan lokal yang masih luas untuk dipenuhi.