Komisi IV DPR: RUU Cipta Kerja Berpotensi Lemahkan Sektor Pertanian dalam Negeri

30 Juli 2020, 12:24 WIB
Ilustrasi: lahan pertanian/ /zakat.or.id

POTENSI BISNIS - RUU Cipta Kerja di sektor pertanian, utamanya dalam regulasi impor berpotensi melemahkan pertanian dalam negeri atau lokal.

Hal tersebut menjadi sorotan Anggota Komisi IV DPR, drh Slamet. Dia menyebutkan salah satunya, yakni terkait pemanfaatan Sumber Daya Manusia (SDM).

Bahwa pelaku usaha kini tidak lagi memanfaatkan SDM lokal, tapi juga memanfaatkan tenaga asing atau luar negeri.

Baca Juga: Tips dan Trik Mengolah Daging Kurban agar Empuk saat Disantap

Sebagaimana artikel yang telah dimuat Pikiran-Rakyat.com sebelumnya berjudul "RUU Cipta Kerja Berpotensi Lemahkan Pertanian Dalam Negeri, Komisi IV DPR: SDM Asing Diperbolehkan".

Legislator asal Sukabumi itu menyoroti RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law dalam UU Nomor 13 Tahun 2010.

"Salah satunya dalam UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, yakni diubahnya ketentuan terkait pelaku usaha wajib mengutamakan pemanfaatan SDM dalam negeri, menjadi pelaku usaha di bidang Hortikultura dapat memanfaatkan SDM dalam negeri dan luar negeri," kata Slamet pada Rabu 29 Juli 2020.

Dampak dari perubahan aturan tersebut berpotensi menjadi pintu masuk bagi Tenaga Kerja Asing (TKA), khususnya di bidang pertanian Hortikultura.

"Akan mengakibatkan tersisihnya tenaga kerja lokal. Terlebih lagi, jika investornya berasal dari luar negeri," ujarnya.

Slamet menambahkan, muatan RUU Cipta Kerja lainnya, yang juga berpotensi melemahkan bidang pertanian dalam negeri ialah diubahnya ketentuan terkait usaha Hortikultura.

Tentang dilaksanakan dengan mengutamakan penggunaan sarana Hortikultura dalam negeri, menjadi penggunanaan sarana Hortikultura yang berasal dari dalam negeri dan/atau luar negeri.

"Implikasinya, berpotensi membuka keran impor sarana pertanian seperti benih, pupuk, pestisida, dan lain sebagainya secara ugal-ugalan, tanpa memperhatikan kondisi dalam negeri. Pola impor seperti ini, mendorong negara menjadi sangat tergantung pada asing," jelasnya.

Tidak hanya itu, Slamet juga mengungkapkan soal perubahan ketentuan terkait usaha Hortikultura yang wajib memiliki perizinan berusaha dari pemerintah.

"Padahal, sebelumnya perizinan usaha tersebut dikeluarkan pemerintah daerah sesuai kewenangan, dan sesuai dengan Pasal 52 UU 13 Tahun 2010," ungkapnya.

Dampaknya, mereduksi peran dan kewenangan pemerintah daerah terkait perizianan. "Pola seperti ini, bisa berpotensi merusak tatanan bernergara di era reformasi, yang salah satu semangatnya ialah otonomi daerah yang tertuang dalam UUD NRI 1945 amandemen ke-4 pasal 18," tandasnya.***

Editor: Pipin L Hakim

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler