Dari Tukang hingga Mandor jadi Tersangka Kebakaran Gedung Kejagung, Argo: Total 8 Orang

- 23 Oktober 2020, 17:33 WIB
DOKUMENTASI: Tangkap layar twitter @humasjakfire  kebakaran Gedung Kejagung, pemadam sedang menjinakan api
DOKUMENTASI: Tangkap layar twitter @humasjakfire kebakaran Gedung Kejagung, pemadam sedang menjinakan api /twitter/@humasjakfire

POTENSIBISNIS - Kebakaran gedung utama Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita perhatian publik hingga muncul berbagai spekulasi, ternyata mengantarkan 8 orang menjadi tersangka.

Dari para tersangka, di antaranya adalah tukang, mandor, hingga penyedia pembersih, serta pekerja wallpaper di Kejagung.

Kedelapan tersangka itu memiliki peran berbeda dalam kasus kebakaran Kejagung.

Baca Juga: Waspadai Fenomena La Nina, BMKG Himbau Seluruh Pemda Antisipasi Potensi Munculnya Bencana

Penetapan kedelapan tersenagka tersebut diungkap Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono dalam konferensi pers di Mabes Polri pada Jumat, 23 Oktober 2020.

"Ada inisial T, H, ketiga inisial S, keempat adalah K, yang tukang ya," kata

Pekerja lain yang mengerjakan wallpaper di Kejagung juga menjadi tersangka.

Baca Juga: Cek eform.bri.co.id/bpum Segera Lakukan Pendaftaran Simak Langkah-langkahnya di Sini

Lalu, ada mandor di Kejagung yang juga ditetapkan sebagai tersangka. Si mandor dinilai tidak mengawasi anak buahnya.

"Tadi dijelaskan seharusnya mandor UAM punya kewajiban untuk mengawasi anak buahnya, dia tidak pernah hadir mengawasi," jelas Argo.

"Itu ada inisial IS, ini yang mengerjakan wallpaper. Keenam adalah mandor inisial UAM, ini mandor."

Dari pejabat, dikatakan Argo ada satu orang yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kejagung.

"Ketujuh adalah vendor maupun PT ARM inisial R. Terakhir dari PPK inisial NH," ujarnya.

Penentuan tersangka ditetapkan setelah pihak kepolisian melakukan gelar perkara paling akhir pada pukul 11.00 WIB. Para tersangka dijerat pasal 188, 55 dan 56 KUHP.

Adapun pasal 188 berisi: "Barang siapa karena kesalahan (kealpaan) menyebabkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika karena perbuatan itu timbul bahaya umum bagi barang, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain, atau jika karena perbuatan itu mengakibatkan orang mati."

Argo mengatakan olah TKP dilakukan mencapai enam kali karena proses yang butuh ketelitian.

Olah TKP dilakukan Polri mulai dari lantai satu hingga lantai 6. Total sebanyak 130 orang diperiksa, dan menetapkan sebanyak 60 orang sebagai saksi. Pemeriksaan juga dilakukan kepada para ahli.

"Ahli kebakaran Polri dan juga ahli dari ITB (Institut Teknologi Bandung)," ujar dia.

Diketahui, kebakaran besar di gedung utama Korps Adhyaksa ini terjadi pada 22 Agustus. Api menjalar dengan cepat karena material bangunan yang mudah terbakar.

Seluruh gedung utama pun hangus terbakar, termasuk ruang Jaksa Agung ST Burhanuddin, serta ruang oknum Jaksa yang terlibat kasus Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari. Spekulasi soal sabotase pun mencuat.

Polisi pun membuka penyelidikan guna mencari tahu penyebab kebakaran tersebut. Pada Kamis 17 Seotember 2020, polisi menemukan dugaan tindak pidana dalam insiden tersebut.

Dari hasil olah TKP, polisi menemukan bahwa kebakaran bukan terjadi karena arus pendek atau korsleting listrik, namun karena nyala api terbuka (open flame).

Sebelum gelar perkara hari ini, penyidik sempat melakukan dua kali ekspose (gelar perkara) bersama dengan jaksa peneliti yang menangani kasus tersebut.

Pertama, ekspose atau dikenal sebagai P-16 itu dilakukan pada Kamis 1 Oktober yang berlangsung hampir 4 jam.

Kedua, gelar perkara Polri dengan jajaran Jaksa peneliti pada Rabu 21 Oktober. Kala itu, Bareskrim mengatakan bakal melakukan gelar perkara untuk menentukan tersangka, hari ini.

Di lain sisi, Jaksa Agung Muda Pidana Umum Fadil Zumhana mengatakan sejumlah alat bukti yang ditemukan mengarah pada pasal 188 KUHP, atau terkait dengan unsur kealpaan dalam kebakaran.

"Tidak ada [unsur kesengajaan], jadi itu karena kealpaan. [Pasal] 188 [KUHP]," ujar Fadil, di Kompleks Kejagung, Jakarta, Rabu 21 Oktober 2020.***

Editor: Awang Dody Kardeli


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x