Baca Juga: Cinta Tanpa Karena 7 Maret 2024: Nuna Tegaskan ke Anggun Tak bakal Bisa Hancurkan Rumah Tangganya
Seftianicha Windri Pindia, seorang warga yang menikah di Gereja Jemaat Allah Indonesia (GJAI), mengekspresikan ketidaksetujuannya terhadap usulan ini.
Menurutnya, usulan tersebut berpotensi mengurangi kesakralan perkawinan, karena dalam keyakinan Kristen, pemberkatan harus dilakukan di gereja oleh pendeta. Dia menambahkan, "Meskipun dilakukan di KUA, namun pemberkatan harus tetap dilakukan oleh pendeta.
Jadi, saya tidak sepenuhnya mendukung." Jepri Zebua juga memiliki pandangan serupa, ia khawatir usulan Menteri Agama tersebut akan membuka celah baru untuk praktik pungutan liar.
Zainal Mustamin, Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Kemenag, menyatakan bahwa pihaknya tengah mempersiapkan KUA untuk menjadi tempat perkawinan bagi semua agama. Ia menegaskan hal ini dalam pernyataannya di Jakarta pada tanggal 26 Februari 2024. "KUA akan menjadi pusat layanan keagamaan di masa mendatang.
Oleh karena itu, kami sedang merancang program Bimbingan Perkawinan lintas agama," katanya.
Mustamin menjelaskan bahwa bimbingan perkawinan adalah hak bagi calon pengantin, termasuk mereka yang non-Muslim. Dengan adanya bimbingan ini, diharapkan kualitas ketahanan keluarga di Indonesia dapat meningkat.
"Kementerian Agama memiliki tanggung jawab moral untuk meningkatkan kualitas ketahanan keluarga, baik itu keluarga Muslim maupun non-Muslim," tegasnya. Mustamin juga menyebutkan bahwa Kemenag akan melibatkan penyuluh agama Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Konghucu dalam program ini.
Setiap agama akan memberikan bimbingan kepada calon pengantin sesuai dengan keyakinannya masing-masing.