Sejarah Peritiwa Kudatuli, Penghormatan dengan Tabur Bunga Dilakukan di Kantor DPP DPI Perjuangan

- 21 Juli 2022, 13:36 WIB
Almarhum Tjahjo Kumolo bersama Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Sejarah Peritiwa Kudatuli, Penghormatan dengan Tabur Bunga Dilakukan di Kantor DPP DPI Perjuangan./
Almarhum Tjahjo Kumolo bersama Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Sejarah Peritiwa Kudatuli, Penghormatan dengan Tabur Bunga Dilakukan di Kantor DPP DPI Perjuangan./ /Instagram @pdiperjuangan/

POTENSI BISNIS - DPP PDI Perjuangan menggelar tabur bunga di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu, 27 Juli 2022.

Agenda itu, merupakan penghormatan kepada kader PDIP yang sudah menjadi korban dalam peristiwa Kudeta Dua Puluh Tujuh Juli (Kudatuli) 1996.

Lantas apa peristiwa Kudatuli 1996 itu?

Peristiwa 27 Juli 1996 disebut sebagai peristiwa Kudatuli (Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli) atau peristiwa Sabtu Kelabu.

Baca Juga: Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah Kena OTT KPK, PDI Perjuangan akan Beri Bantuan Ini

Disebut sebagai peristiwa Sabtu Kelabu dikarenakan kejadian tersebut terjadi pada hari Sabtu.

Peristiwa tersebut merupakan kisah pengambilalihan secara paksa kantor DPP Parta Demokrasi Perjuangan (PDI) di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat. Waktu itu, kantor DPP PDIP dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri.

Penyerbuan dilakukan oleh massa pendukung Soerjadi (Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan) serta dibantu aparat kepolisian dan TNI.

Peristiwa itu meluas menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat.

Baca Juga: Kontra Bhayangkara FC di Liga 1 2022-2023, Persib bakal Turunkan Kekuatan Penuh

Beberapa kendaraan dan gedung terbakar. Pemerintah saat itu, menuduh aktivis PRD sebagai penggerak kerusuhan.

Pemerintah Order Baru kemudian memburu, dan menjebloskan para aktivis PRD ke penjara.

Budiman Sudjatmiko mendapat hukuman terberat yakni 13 tahun penjara.

Adapun hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, terdapat korban jiwa 5 orang meninggal dunia.

Baca Juga: Suzuki Hengkang dari MotoGP Akhir Musim Ini, Bos Dorna Beri Tanggapan Begini

149 orang (sipil maupun aparat) luka-luka, 136 orang ditahan. Komnas HAM juga menyimpulkan telah terjadi sejumlah pelanggaran hak asasi manusia.

"Kita akan mengadakan tabur bunga di kantor DPP PDI Perjuangan sebagai penghormatan kita kepada mereka yang sudah menjadi korban," kata Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, dikutip dari ANTARA.

Peristiwa itu merupakan upaya penyeran untuk pengambilalihan paksa gedung kantor PDI yang saat itu diduduki penuh pendukung Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.

"Karena itulah kami akan mencari setiap ruang yang ada. Jadi kepada Tim Pembela Demokrasi Indonesia kita meminta bantuan terus, kita mencari setiap celah keadilan, setiap ruang bagi penegakan hukuman yang berkeadilan," kata Hasto.

Baca Juga: Sikap Amanda Manopo Disorot Saat Arya Saloka Bertemu Bos RCTI, Sinyal Aldebaran Kembali ke Ikatan Cinta?

Kita akan terus membangun optimisme bagi kita dengan membangun kekuatan bersama.

Pada akhirnya, siapapun yang menjadi aktor-aktor intelektual terhadap serangan Partai Demokrasi Indonesia saat itu, harus dituntut di muka hukum biar keadilan betul-betul ditegakan.

PDIP terus mengingat peristiwa itu. Kudatuli adalah peristiwa sejarah yang mengajarkan bahwa jika pemerintahan yang otoriter tidak akan bertahan lama.

Bagaimana pemerintahan itu, seharusnya dibangun oleh kekuatan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

"Karena itulah Ibu Mega, pesaanya pada peringatan ini, mengingatkan agar dengan turun ke bawah, menyatu dengan kekuatan rakyat, menangis dan tertawa dengan rakyat, itu sejatinya memahami hakekat paling dasar kekuasaan politik yang berasal dari rakyat," kata Hasto.

Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning menceritakan pengalamannya sebagai satu di antara korban.

Dia merasa bahwa layaknya penyakit, kasus 27 Juli adalah penyakit kronis yang belum sembuh sampai sekarang.

Karena itulah, dirinya baru saja ke kantor Komnas HAM bersama 300-an orang meminta penjelasan soal penyelesaian kasus tersebut.

"Sejarah harus tetap ditegakkan," kata Ribka.

Baginya, Kudatuli adalah sejarah kelabu. Komnas HAM merilis resmi hanya ada 5 orang meninggal dunia. Padahal banyak yang hilang.

"Dulu saya pernah, ada seorang ibu-ibu sumbing. Melihat ada yang ditusuk bayonet. Ibu itu belakangan tidak ada lagi. Kemana? ada juga teman saya hilang itu sampai sekarang tidak ketemu," kata Ribka.

Sementara itu, Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Trimedya Panjaitan mengatakan, pihaknya memandang bahwa harus ada gebrakan, sehingga bisa menuntaskan kasus itu sampai ke aktor intelektualnya.

"Kita harus bicara penegakan hukum, bukan hanya rekonsiliasi, tapi kita minta tetap kasus 27 Juli diusut tuntas."

"Otak intelektualnya, siapapun dia, hukum tidak boleh tajam ke bawah tumpul ke atas. Hukum tak boleh hanya berpihak pada orang yang punya kekuasaan," kata Trimedya.

Pihaknya mengajak agar para pemegang kekuasaan di DPR dan Eksekutif untuk bisa mendorong penuntasan kasus tersebut.

"Kalau DPR bersama pemerintah bisa mendorong kasus ini, kita yakin bisa terungkap," ucapnya.***

Editor: Pipin L Hakim

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x