Sri Mulyani Membongkar Asal Usul Utang Indonesia dari Masa ke Masa

14 Oktober 2020, 16:36 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. /doc. instagram / @smindrawati


POTENSI BISNIS - Perbicangan masyarakat terus berjalan dari masa ke masa tentang Negara Indonesia mempunyai hutang yang sangat besar, katanya alasan Indonesia berhutang dikarena belanja negara lebih besar dari pada Pendapatan negara saat ini.

Pendaanaan yang besar dibutuhkan indonesia dalam membangun infrastruktur seperti jalan dan infrastruktur lainnya yang dapat memberikan dampak ekonomi yang positif bagi masyarakat luas.

Hal ini dirasa perlu mengingat indeks infrastruktur Indonesia yang masih jauh dibandingkan negara lain. Seperti Vietnam, Malaysia, Cina. dan India.

Baca Juga: Link Live Streaming Timnas U-19 Vs Makedonia Utara Part II Saksikan di NET TV dan Mola TV

Seperti dikutip Zonajakarta.com dari RRI, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut Indonesia sudah dihadapkan pada kondisi yang sulit sejak kemerdekaan Indonesia.

"Dari tahun 1945 sampai 1949 Indonesia masih terus berada dalam situasi intimidasi, konfrontasi, bahkan agresi Belanda. Itu kondisi politik, militer, keamanan, dan ekonomi tidak pasti," ujar Sri Mulyani saat memberikan paparan dalam Pembukaan Ekspo Profesi Keuangan, Senin (12/10/2020).

Utang Indonesia, kata dia, sebenarnya sudah mencapai ribuan trilun. Dan utang tersebut sudah merupakan warisan dari Belanda.

Baca Juga: IHSG Hari Ini Kembali Hijau, Menguat Sekitar 0,30 Persen ke Leve 5.148,08 Penutupan Sesi I

Ia bercerita, jika Indonesia telah diwariskan ekonomi yang rusak dan juga utang.

"Saat mulai pemerintahan ini untuk jadi merdeka. Kita tidak memiliki semua harta kekayaan. Harta kekayaan yang ada rusak karena perang, seluruh dan investasi sebelumnya yang dibukukan oleh Belanda menjadi investasi pemerintah Indonesia," jelasnya.

Waktu itu, katanya, GDP Indonesia masih sangat kecil. Utangnya menjadi utang Indonesia, warisannya juga hanya sekitar Rp15.8 triliun.
Ia juga bercerita jika perekonomian Indonesia juga dibiayai dengan defisit APBN.

Baca Juga: Soal Aksi Tolak UU Ciptaker Presiden dan DPR Serukan ke MK, Pakar HTN: Lempar Batu Sembunyi Tangan

Pembiayaan tidak melalui penjualan Surat Berhagra Negara (SBN), namun malah meminta Bank Indonesia mencetak uang.

"Yang terjadi kemudian jumlah uang beredar lebih banyak dari suasana kondisi perekonomian, sehingga inflasi meningkat luar biasa besar,” jelasnya.
Pada jaman orde baru, lanjut Sri Mulyani, seluruh utang kemudian digunakan untuk belanja pembangunan.

Sehingga ketika terjadi krisis keuangan Asia, defisit transaksi berjalan (CAD) meningkat serta terjadi tekanan pada nilai tukar rupiah.

“Saat terjadi adjustment nilai tukar rupiah, seluruh neraca perusahaan, perbankan, negara, semua alami tekanan karena dalam waktu sehari, berapa jam nilai tukar rupiah berubah tiba-tiba, volatility meningkat, aset tidak meningkat, perusahaan dengan cashflow rupiah dan utang denominasi asing, neraca akan ambyar,” lanjutnya.

Kemudian, seru Sri Mulyani, saat era reformasi, dengan dipimpin tiga Presiden, yakni Presiden B.J Habibie (Presiden RI 1998-1999), Abdurrahman Wahid atau Gusdur (Presiden RI 1999-2001) dan Megawati Soekarnoputri (Presiden RI 2001-2004) banyak dikeluarkan peraturan perundang-undangan baru.

Menurutnya, secara perjalanan cerita yang dialami Indonesia dengan ekonomi yang oenuh tekanan.

Sebagaimana di beritakan ZonaJakarta dalam artikel berjudul "Diganjar Gelar Menteri Terbaik se-Asia Pasifik, Sri Mulyani Bongkar Asal Usul Hutang Indonesia" Indonesia tetap bisa keluar dengan ekonomi yang ljauh lebih baik dari sebelumnya.

Ia percaya diri jika Indonesia akan mampu survive dari krisis keuangan karena pandemi corona yang terjadi.

"Kita percaya dengan krisis yang kita hadapi saat ini, bisa untuk mereformasi dan menguatkan Indonesia. Indonesia dihadapkan pada cobaan dan kita bisa lulus jadi lebih baik," pungkasnya.***(Lusi Nafisa/ZonaJakarta)

 

Editor: Awang Dody Kardeli

Sumber: Zona Jakarta

Tags

Terkini

Terpopuler