Tolak RUU Omnibus Law Ciptaker, Ribuan Buruh Akan Gelar Aksi Sampai Puncaknya 8 Oktober di Jakarta

6 Oktober 2020, 06:11 WIB
ILUSTRASI serikat pekerja tolak omnibus law.* /RRI/

 

POTENSI BISNIS - Terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta kerja, ribuan buruh gelar aksi penolakan pada hari Senin, 5 Oktober 2020. Mereka menegaskan, penolakan ini bukan hanya terhadap klaster ketenagakerjaan, namun UU Ciptaker secara keseluruhan. Bahkan aksi tersebut kabarnya akan berlanjut sampai puncaknya pada 8 Oktober 2020 terpusat di Jakarta. 

Mereka menilai dengan diberlakukannya kebijakan tersebut dapat mempengaruhi perekonomian dalam negeri, terutama daya beli masyarakat. 

Herman Abdulrohman selaku Ketua Umum Federasi Perjuangan Buruh Indonesia mengungkapkan, sekitar 37 buruh formal akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya apabila RUU tersebut diberlakukan.

Baca Juga: Airlangga Hartato, Apresiasi atas Selesainya Pembahasan RUU Cipta Kerja di Tingkat Baleg

"Ada 37 juta buruh formal di Indonesia jika RUU ini disahkan, mereka akan kesulitan memenuhi kebutuhannya. Perlu diingat, puluhan juta buruh ini mendapatkan gaji untuk dibelanjakan di daerahnya sendiri di dalam negeri. Berbeda dengan pengusaha, orang kaya yang banyak uangnya dihabiskan di luar negri. Batuk pilek saja berobatnya ke luar negeri. Kalau pendapatan buruh dipangkas otomatis daya beli turun, ekonomi kita bisa jatuh. Ujarnya. 

Dilansir PotensiBisnis.com dari laman PikiranRakyat.com Herman juga menjelaskan akan banyak sektor yang terdampak. Selain ketenagakerjaan juga akan berkaitan dengan sektor lain, diantaranya pertanahan, lingkungan hidup dan pertanian. 

RUU Ciptaker tersebut dianggap lebih memihak pada investor maka akan banyak masyarakat yang kehilangan tanah adatnya. Hal ini dikarenakan banyak keuntungan bagi investor dari RUU tersebut.

"Termasuk para pengusaha dapat mendirikan pabrik di mana saja tanpa terlebih dahulu memiliki amdal. Ini jelas yang kami perjuangkan." Kata Herman. 

Baca Juga: RUU Cipta Kerja Siap untuk Disetujui Menjadi UU dalam Rapat Paripurna

Selanjutnya Herman juga menilai, terdapat banyak perubahan yang lebih menguntungkan pengusaha. Diantaranya adalah hilangnya ancaman pidana bagi pengusaha yang lalay membayar gaji tepat waktu dan tepat jumlah. Selain itu, pengusaha juga dimudahkan dengan mempekerjakan pegawai honorer tanpa perlu mengangkat mereka sebagai karyawan kontrak. 

"Pasal-pasal ini menyakitkan kami. Ini bukan hanya bagi buruh yang pada pemikiran banyak orang adalah karyawan yang bekerja di pabrik. Ini berlaku juga bagi semua karyawan di Indonesia, bahkan yang bekerja di balik meja. Maka penting untuk menyampaikan aspirasi untuk dibatalkannya RUU ini." Lanjut Herman. 

Herman menuturkan, sesuai dengan kordinasi antar kelompok buruh, semua sepakat menggelar aksi unjuk rasa untuk menolak RUU Omnibuslaw Ciptaker ini dikabulkan. 

Baca Juga: Sejumlah Buruh Terus Menolak Tegas Omnibus Law RUU Ciptaker, Ternyata Ini Alasannya

Tak hanya di situ saja, aksi puncak pun bakal digelar pada 8 Oktober 2020 yang terpusat di Jakarta. Ratusan ribu hingga jutaan buruh akan bergerak ke Jakarta untuk bersama-sama menolak pengesahan RUU Ciptaker tersebut.

“Jadi mulai Senin ini sampai nanti puncaknya pada 8 Oktober kami akan turun ke jalan. Selain itu, kami juga akan menyebar selebaran terhadap masyarakat luas tentang berbagai kerugian dari RUU Omnibus Law ini,” Pungkasnya.***(Tommi Andryandy/Pikiran-Rakyat)

Editor: Abdul Mugni

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler