Titi menyatakan bahwa MK masih mempertahankan keputusannya dengan tetap memperhitungkan syarat calon presiden dan wakil presiden yang telah diubah sebelumnya.
"Saya kira hakim yang delapan ini tidak akan berubah pendirian soal itu," katanya.
Meskipun demikian, dia juga menyoroti bahwa kasus mendiskualifikasi kandidat dalam pemilihan umum bukanlah hal baru di Indonesia.
Contohnya adalah kasus pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Yalimo tahun 2020 yang didiskualifikasi oleh MK karena tidak memenuhi persyaratan yang berlaku.
"Dalam proses di MK diketahui bahwa calon ini terlibat kasus pidana dan merupakan seorang terpidana yang belum memenuhi syarat. Jadi diperintahkan untuk didiskualifikasi dan partai politik pengusul itu mengusulkan calon pengganti," pungkas Titi.
Baca Juga: Tim SAR Kerahkan Penyelam juga Drone untuk Selamatkan 2 Orang yang Hilang di Pantai Pangandaran
Gugatan yang diajukan oleh Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud mengajukan permohonan untuk membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2024.
Selain itu, mereka juga meminta MK untuk mendiskualifikasi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024, serta memerintahkan KPU untuk melakukan pemungutan suara ulang tanpa mengikutsertakan pasangan tersebut.
Dengan pembacaan putusan yang semakin dekat, masyarakat menantikan hasil akhir dari proses sengketa Pilpres 2024 ini.
Semua mata tertuju pada Mahkamah Konstitusi untuk memberikan keputusan yang dianggap adil dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.***