Kasus Pemalsuam DPT, 7 Anggota PPLN Kuala Lumpur Dituntut 6 Bulan Penjara dan Denda Rp 10 Juta

- 20 Maret 2024, 06:00 WIB
Sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa dalam perkara dugaan pemalsuan data pemilih oleh tujuh anggota non-aktif PPLN Kuala Lumpur, Malaysia di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Selasa 19 Maret 2024
Sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa dalam perkara dugaan pemalsuan data pemilih oleh tujuh anggota non-aktif PPLN Kuala Lumpur, Malaysia di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Selasa 19 Maret 2024 /

“Khusus terdakwa tujuh, Masduki, pidana penjara selama 6 bulan dikurangkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa tujuh dengan perintah agar dilakukan penahanan rutan,” ucap jaksa.

Menurut jaksa, ketujuh terdakwa telah terbukti dengan bukti yang sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan pertama.

Mereka disebut telah dengan sengaja melanggar hukum dengan melakukan pemalsuan data dan daftar pemilih, baik sebagai pelaku langsung, yang memberi perintah, maupun yang turut serta dalam perbuatan tersebut.

“Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 544 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana,” kata jaksa.

Baca Juga: Tindak Lanjut Laporan Kemenkeu ke Kejagung, KPK Selidiki Dugaan Korupsi LPEI

Faktor-faktor yang dianggap memberatkan oleh jaksa dalam menetapkan tuntutan adalah bahwa para terdakwa, sebagai penyelenggara pemilu, tidak memenuhi kewajiban mereka sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Secara spesifik terkait dengan Masduki, dia dianggap telah menyalahgunakan kewenangannya dalam proses perekrutan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) Luar Negeri Kuala Lumpur.

Hal ini mengakibatkan adanya pantarlih fiktif yang menyebabkan proses pencocokan data pemilih tidak terlaksana secara optimal.

“Dan terdakwa tujuh (Masduki) tidak memenuhi panggilan penyidik dan ditetapkan sebagai DPO,” imbuh jaksa.

Di sisi lain, faktor-faktor yang memperhingatkan adalah bahwa rangkaian kejahatan yang dilakukan oleh para terdakwa, mulai dari proses penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) hingga tahap pemungutan suara, telah dibatalkan dan dianggap tidak sah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia atas rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia, yang kemudian diikuti dengan dilaksanakannya pemungutan suara ulang.

Halaman:

Editor: Sihab Ulumudin

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x