Data BPJS Bocor, Anggota Komisi I DPR Bilang Begini

- 25 Mei 2021, 13:36 WIB
Anggota Komisi I DPR RI Farah Puteri Nahlia.*
Anggota Komisi I DPR RI Farah Puteri Nahlia.* /Instagram/@farahputerinahlia
 
POTENSI BISNIS - Anggota Komisi I DPR Farah Puteri Nahlia berkomentar terkait bocornya data BPJS. Menurut Farah, sanksi sangat pantas diberikan kepada penyalahgunaan pencurian data.
 
Farah juga mendorong Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk menindaklanjuti hal tersebut.
 
Menurutnya, hal ini harus terus diselidiki dengan pendekatan multi-stakeholder untuk memperkaya analisis resiko dalam menjatuhkan sanksi.
 
 
"Saya mendorong Kominfo segera menemukan solusi yang tidak hanya sekedar pemblokiran situs penyedia jasa jual beli data namun juga diperlukan investigasi dari hulu ke hilir dengan pendekatan multi-stakeholder untuk memperkaya analisis resiko dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelaku penyalahgunaan dan pencurian data," kata Farah, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 25 Mei 2021, dikutip dari ANTARA.
 
Farah menjelaskan, saat ini dari hasil investigasi data pribadi yang bocor identik dengan data BPJS Kesehatan.
 
"Terkait dugaan kebocoran data 297 juta data WNI, situs RAID Forums mengklaim memiliki data pribadi WNI dan memperjualbelikan data pribadi tersebut," ungkapnya.
 
Menurut Farah, jika ada kebocoran data akan langsung merujuk pada pasal 64 ayat 2 RUU Perlindungan Data Pribad.
 
"Yang mana dalam pasal itu menjelaskan, setiap orang yang dengan sengaja menjual atau membeli Data Pribadi dipidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp50 miliar," ujar Farah.
 
 
Farah mengungkapkan, mengenai kebocoran data pribadi bukan yang pertama kali terjadi di Indonesia.
 
"Maka dari itu, mengapa pentingnya RUU PDP harus segera diselesaikan dan disahkan menjadi UU," katanya.
 
"Secara global sebenarnya kita memiliki kontrol atas privasi data pribadi kita. Hal itu dijamin dalam Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia 1948 pasal 12 dan Konvensi Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) 1966 pasal 17, Indonesia pun sudah meratifikasi keduanya," lanjut Farah.
 
Farah menegaskan, kejadian kebocoran data jelas telah merebut hak kendali atas data pribadi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
 
Sebagai informasi, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Kepolisian Indonesia telah mendalami kemungkinan terjadinya perentasan dalam kasus dugaan kebocoran data pribadi warga negara Indonesia di BPJS Kesehatan.
 
Kepala Biro Penerangan masyarakat Divisi Humas Kepolisian Indonesia, Brigadir Jenderal Polisi Rusdi Hartono, mengatakan jika Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Kepolisian Indonesia meminta klarifikasi kepada pejabat bidang Operasional Teknologi Informasi BPJS Kesehatan dalam rangka menuntaskan permasalahan kebocoran data itu, di Jakarta, Senin, 24 Mei 2021.
 
 
"Nanti dilihat, ada kemungkinan-kemungkinan itu (peretasan) akan dilihat penyidik," tutur Rusdi.
 
Menurut Rusdi, permintaan klarifikasi terhadap pejabat BPJS Kesehatan dalam rangka mengumpulkan informasi sebanyaknya guna menuntaskan kasus kebocoran data. 
 
"Selain dugaan perentasan, polisi juga mendalami dugaan awal kebocoran data bisa terjadi, termasuk melacak siapa yang menjualbelikan data pribadi WNI," tutup Rusdi.***

Editor: Babah Pram

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah