Ribuan Orang Turun ke Jalan Mengecam Kudeta Militer Myanmar dan Menuntut Pembebasan Aung San Suu Kyi

- 6 Februari 2021, 18:50 WIB
 Aung San Suu Kyi.
Aung San Suu Kyi. /Instagram.com/@aungsansuukyi9


POTENSIBISNIS - Setelah peristiwa Kudeta Militer Myanmar, ribuan orang turun ke jalan di Yangon mengecam tindakan tersebut.

Selain itu, ribuan orang tersebut juga menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar, Aung San Suu Kyi.

Aksi yang dilakukan itu merupakan demonstrasi pertama yang berlangsung di jalanan sejak para jenderal merebut kekuasaan pada Senin, 1 Februari 2021.

Baca Juga: Banjir Melanda Kota Semarang dan Tanah Longsor Terjadi di 21 Lokasi

"Kami kehilangan kebebasan, keadilan, dan sangat membutuhkan demokrasi," tulis seorang pengguna Twitter, dilansir dari ANTARA. Seraya mengunggah cuitan tambahannya, 'Tolong dengarkan suara Myanmar'.

Tak hanya itu, mereka pun mendesak Militer membebaskan Aung San Suu Kyi sang peraih Nobel Perdamaian.

Kemudian para pemimpin Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinannya, yang telah ditahan sejak kudeta pada Senin lalu.

Baca Juga: Live Streaming RCTI Ikatan Cinta Hari Ini: Sidang Perceraian yang Jadikan Andin Sedih, Al Malah Tak Datang?

"Diktator militer, gagal, gagal, Demokrasi, menang, menang," teriak pada demonstran itu.

"Melawan kediktatoran Militer," demikian tulisan spanduk yang diusung para peserta unjuk rasa itu.

Banyak di antara mereka yang mengenakan pakaian warna merah khas NLD, dan beberapa orang juga membawa bendera-bendera merah.

Demonstrasi pada Sabtu, 6 Februari 2021 itu merupakan tanda pertama kerusuhan jalanan di Myanmar.

Baca Juga: Babak Baru Kasus Dugaan Korupsi Bansos Covid-19, KPK Membuka Penyelidikan Memungkinkan Ada Tersangka Baru

Myanmar merupakan negara yang dalam sejarahnya diwarnai dengan serangkaian tindakan keras berdarah terhadap pengunjuk rasa.

Demonstransi anti kudeta tersebut juga berlangsung di Melbourne, Australia, serta Taipei, Ibu Kota Taiwan.

Sebelumnya, gerakan pembangkangan sipil telah berkembang di Myanmar sepanjang minggu ini.

Gerakan itu ditandai dengan aksi mogok kerja, di antaranya dilakukan para dokter dan guru.

Baca Juga: Terkait Kasus Dugaan Korupsi PT Asabri, Kejagung: Siapa yang Backup 'Kita Sikat'

Selain itu, pada setiap malam selalu ada orang-orang yang memukul-mukul panci dan wajan untuk menunjukkan kemarahan.

Selain sekitar 150 penangkapan yang dilaporkan kelompok hak asasi manusia pasca kudeta tersebut.

Media lokal pun melaporkan sekitar 30 orang telah ditahan lantaran melakukan protes yang berisik.

Junta Myanmar bahkan telah mencoba membungkam perbedaan pendapat dengan memblokir sementara Facebook.

Kemudian Twitter, dan Instagram pada Sabtu, dalam menghadapi gerakan protes yang berkembang.

Pihak berwenang pun memerintahkan penyedia layanan internet untuk tidak memberikan akses bagi Twitter dan Instagram "sampai pemberitahuan lebih lanjut," dikatakan perusahaan telepon selular Norwegia Telenor Asa.

Permintaan untuk layanan VPN telah melonjak di Myanmar, layanan tersebut memungkinkan segelintir orang masih bisa mengakses media sosial yang dilarang Junta.

Akan tetapi para pengguna VPN melaporkan gangguan pada layanan selular, yang diandalkan sebagian besar orang di negara berpenduduk 53 juta itu untuk mendapatkan berita dan berkomunikasi.

Sejak kudeta Aung San Suu Kyu tak terlihat di depan umum. Bahkan pengacara Aung San Suu Kyi dan WIn Myint presiden yang digulingkan menyebut keduanya kliennya itu ditahan di rumah mereka.

Dan ia mengatakan, tak bisa menemui Aung San Suu Kyi maupun Win Myint, lantaran mereka masih diinterogasi.

Aung San Suu Kyi menghadapai dakwaan mengimpor enam walkie-talkie secara ilegal, sementara Win Myint dituduh melanggar pembatasan virus corona.

"Tentu saja, kami menginginkan pembebasan tanpat syarat kerena mereka tidak melanggar hukum," kata Khin Maung Zaw, pengacara veteran yang mewakili keduanya.

Aung San Suu Kyi 75 tahun, pada masa lalu menghabiskan sekitar 15 tahun dalam tahanan rumah selama perjuangan melawan Junta MIliter, sebelum transisi demokrais, yang bermasalah dimulai pada 2011.***

Editor: Pipin L Hakim

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah