Covid-19 Bukan Lagi Pandemi Tapi Sindemi, Simak Ini Alasannya

13 November 2020, 17:10 WIB
Ilustrasi Virus Corona.* /

POTENSIBISNIS - Sejak mewabah pertama kali di Tiongkok (China) akhir tahun 2019, virus corona terus menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pun menyebutnya sebagai pandemi global. 

Hampir setahun berlalu, wabah ini masih belum bisa terkendalikan. Bahkan sekitar 1 juta jiwa meninggal karena Covid-19 ini.

Baca Juga: Soal Pernyataan Kontroversi Nikita Mirzani ke Habib Rizieq, Maaher At-Thuwailibi Ancam Lakukan ini

Sebab, pendekatan yang dilakukan terlalu sempit untuk virus baru ini.

Ilmuan yang juga pimpinan redaksi jurnal medis The Lancet, Richard Horton mengatakan, Covid-19 bukan lagi pandemi namun sudah jadi sindemi.

Menurutnya, semua memandang penyebab krisis ini sebagai penyakit menular. Sehingga, semua intervensi difokuskan pada pemotongan jalur penularan virus, mengendalikan penyebaran patogen.

Baca Juga: Kemunculan Awan Mirip Semar di Gunung Merapi Hebohkan Warganet, Pertanda Apakah ini?

Tetapi, katanya, kasus COVID-19 tidak sesederhana itu. Pasalnya, dua kategori penyakit yakni infeksi virus corona 2 (SARS-CoV-2) sindrom pernapasan akut, dan berbagai penyakit tidak menular (PTM) menjadi satu di masyarakat.

"Covid-19 bukanlah pandemi, ini adalah sindemi. Sifat sindemi dari ancaman yang kita hadapi berarti bahwa pendekatan yang lebih bernuansa diperlukan jika kita ingin melindungi kesehatan komunitas kita," kata Richard Horton dikutip dari The Lancet, Jumat, 13 November 2020.

Agregasi penyakit-penyakit ini dengan latar belakang kesenjangan sosial dan ekonomi memperburuk efek samping dari setiap penyakit yang berbeda.

Baca Juga: Bansos BST Kemensos Diperpanjang hingga 2021 untuk 9 Juta KPM, Cek NIK KTP di dtks.kemensos.go.id

Menurutnya, gagasan tentang sindemi pertama kali dipakai oleh Merrill Singer, antropolog medis asal Amerika Serikat di tahun 1990-an.

Dalam tulisannya di 2017 bersama Emily Mendenhall dan kolega-koleganya, Singer berpendapat bahwa pendekatan sindemi mengungkapkan interaksi biologis dan sosial yang penting dalam prognosis, pengobatan, dan kebijakan kesehatan.

Sindemi bisa muncul ketika dua atau lebih penyakit berinteraksi sehingga menyebabkan efek merusak yang lebih besar daripada jumlah korban dari kedua penyakit itu.

"Sifat sindemi dari ancaman yang kita hadapi berarti bahwa pendekatan yang lebih bernuansa diperlukan jika kita ingin melindungi kesehatan komunitas kita," ucapnya.

Konsekuensi terpenting dari melihat Covid-19 sebagai sindemi adalah menggarisbawahi asal-usul sosialnya. Kerentanan warga lanjut usia; pekerja kunci yang umumnya dibayar rendah.

Dengan perlindungan kesejahteraan yang lebih sedikit menunjukkan kebenaran yang sejauh ini hampir tidak diakui.

Yaitu, bahwa tidak peduli seberapa efektif pengobatan atau perlindungan vaksin, pencarian solusi biomedis murni untuk COVID-19 akan gagal.

"Kecuali jika pemerintah menyusun kebijakan dan program untuk membalikkan kesenjangan yang bebar, masyarakat kita tidak akan pernah benar-benar aman dari Covid-19. Seperti yang ditulis Singer dan koleganya pada tahun 2017," ucapnya.

"Sindemi bukan hanya komorbiditas. Sindemi dikarakterisasikan oleh interaksi biologis dan sosial di antara kondisi dan keadaan, interaksi yang meningkatkan kerentanan seseorang terhadap bahaya atau memperburuk hasil kesehatannya," tambah Horton.

Dalam kasus Covid-19, menyerang PTM akan menjadi prasyarat agar pertahanan tersebut berhasil.

Horton menyebutkan dalam laporan di NCD Countdown 2030, meski kematian dini akibat PTM menurun, namun laju perubahannya terlalu lambat.

"Jumlah total orang yang hidup dengan penyakit kronis terus bertambah. Mengatasi Covid-19 berarti mengatasi hipertensi, obesitas, diabetes, penyakit kardiovaskular dan pernapasan kronis, serta kanker," ucapnya. ***

Editor: Pipin L Hakim

Tags

Terkini

Terpopuler