Untuk Penolak UU Cipta Kerja, Mahfud MD: Semua Alasan Pengesahan Hanya DPR yang Dapat Menjawab  

19 Oktober 2020, 23:05 WIB
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD. /instagram.com/mohmahfudmd/

 


POTENSIBISNIS - Dalam sebuah kesempatan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD buka-bukaan tentang polemik Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker).

Mahfud menegaskan bahwa semua alasan dibalik pengesahan UU Cipta Kerja sebenarnya hanya DPR yang dapat menjawab.

"Itu bisa saja Mahkamah Konstitusi melakukan itu (pembatalan UU Cipta Kerja, red). Oleh sebab itu DPR-lah yang harus menjelaskan sesudah ketuk palu itu apa yang terjadi, itu sudah di luar pemerintah," tambahnya.

Baca Juga: Demo Mahasiswa Tolak Omnibus Law Cipta Kerja Kembali Digelar Esok Hari, BEM SI Geruduk Istana Rakyat

Seperti diketahuin, aturan tersebut disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020 dan telah mengundang reaksi dari berbagai pihak.

Seperti demonstrasi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja yang sempat dilakukan pula oleh buruh, mahasiswa beserta kelompok lain agar pemerintah menarik kembali aturan tersebut.

Selain isi dari UU Cipta Kerja yang diprediksi membuat buruh dan para pekerja kesulitan, mekanisme pengesahannya pun cukup banyak dipertanyakan oleh sejumlah orang.

Khususnya saat terjadi perubahan beberapa kali yang mengubah halaman dari UU Cipta Kerja meski Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia telah 'mengetuk palu'.

Dalam artikel "UU Cipta Kerja Bisa Dibatalkan MK Asal Penuhi Syarat Ini, Mahfud MD: Benar Tidaknya Bisa Dicocokkan" yang mengutip akun Youtube Karni Ilyas Club yang diunggah pada Minggu 18 Oktober 2020 Mahfud MD mengaku bahwa ia memiliki empat draf UU Cipta Kerja dengan halaman berbeda.

"Di eksekutif sendiri saya punya empat itu di meja saya (draf, RUU Cipta Kerja) karena memang semula itu Undang-Undangnya ya 900 sekian lah, sesudah beredar di masyarakat diprotes berubah menjadi menebal, diprotes lagi berubah lagi sehingga yang versi pemerintah pun sudah beberapa kali diubah sebelum masuk ke DPR," ujarnya.

Terkait tambahan halaman pada Omnibus Law usai adanya ketuk palu, Mahfud MD menegaskan bahwa sebenarnya alasan tersebut harus dijawab oleh DPR sendiri.

"Sesudah masuk ke DPR juga kan sudah ada berubah pasal 170 diubah, pasal ini diubah terus diubah jadi panjang. Memang yang agak serius bagi saya yang harus dijawab DPR itu, sesudah palu diketuk itu apa benar sudah berubah atau hanya soal teknis," tuturnya.

Menurut kabar yang ia dengar, perubahan halaman pada UU Cipta Kerja disebabkan oleh adanya editing pada redaksi seperti ukuran font dan spasi.

"Benar apa tidak nanti bisa dicocokkan saja, kan mestinya ada dokumen untuk mencocokkan itu. Kalau terpaksa juga itu, misalnya benar terjadi, itu kan berarti cacat formal," ujarnya.

Jika terbukti cacat formal, Mahfud MD mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) bisa membatalkan UU Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR.

"Kalau cacat formal itu Mahkamah Konstitusi bisa membatalkan dan MK waktu zaman saya pernah membatalkan seluruh Undang-Undang badan hukum pendidikan. Waktu itu hanya diuji tiga pasal tapi karena formalitasnya salah kemudian jantungnya juga kena, kita batalkan semua satu Undang-Undang badan hukum pendidikan itu," ujarnya.***

 

Editor: Awang Dody Kardeli

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler