Sifat tanaman tersebut dapat memungkinkan dibudidayakan di lahan hutan di bawah naungan tegakan tanaman lain.
Untuk bibitnya biasa digunakan dari potongan umbi batang maupun umbinya yang telah memiliki titik tumbuh atau umbi katak (bubil) yang ditanam secara langsung.
Kementerian Pertanian menulis dalam laman resminya, tanaman porang memiliki nilai strategis untuk dikembangkan karena punya peluang yang cukup besar untuk diekspor.
Catatan Badan Karantina Pertanian menyebut ekspor porang pada tahun 2018 tercatat sebanyak 254 ton, dengan nilai ekspor yang mencapai Rp 11,31 miliar ke negara Jepang, Tiongkok, Vietnam, Australia dan lainnya.
Umbi porang saat ini masih banyak yang berasal dari hutan dan belum banyak dibudidayakan.
Ada beberapa sentra pengolahan tepung porang saat ini,seperti di daerah Pasuruan, Madiun, Wonogiri, Bandung, serta Maros.
Balai Besar Karantina Belawan mencatat ekspor porang asal Provinsi Sumatera Utara(Sumut) sepanjang 2020 mencapai 861 ton dengan nilai Rp19,1 miliar. Tanaman sejenis umbi-umbian ini diekspor ke China, Thailand, Vietnam dan Jepang.
Harga Porang bisa mencapai Rp2.500 untuk satu umbi dengan berat 4 kilogram. Untuk luas 1 hektare bisa ditanam sebanyak 6.000 bibit, sehingga bisa menghasilkan 24 ton/hektare.***