Usaha Peyek Handika Tetap Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19, Ternyata Ini Rahasianya

- 25 November 2020, 19:02 WIB
Ilustrasi peyek. Foto tidak terkait berita.
Ilustrasi peyek. Foto tidak terkait berita. /instagram.com/@erlinesan/

POTENSIBISNIS - Pandemi Covid-19 benar-benar merusak sendi ekonomi para pelaku UMKM.

Hal itu yang dirasakan Handika Prasetya yang tak pernah menyangka usaha cemilannya ikut lesu terkena imbas Covid-19.

Sehari-hari jualan peyek, Handika mengaku harus tetap menghadapi krisis ini.

Baca Juga: Mendadak Ferdinand Hutahaean Kasih Kode Ganjar Pranowo, Usai Edhy Prabowo Ditangkap KPK

Hampir 3 tahun, Handika mengaku tak pernah mengalami kendala berarti dalam berjualan peyek bersama orangtuanya.

Namun, kini ia harus menghadapi masalah yang juga menjadi urusan bersama masyarakat dunia pandemi Covid-19.

Usaha pria berusia 25 tahun ini mengalami penurunan omzet yang signifikan.

Baca Juga: Cara Menteri Luhut Kikis Anggapan Bisnis Indonesia Pro Tiongkok, 'Pepet' AS hingga Jepang

Di hari-hari biasa saat normal, Handika bisa meraup penghasilan kotor Rp 1 juta per bulan.

Namun, sejak Maret lalu pendapatannya merosot hingga rata-rata Rp 300 ribu per bulan.

“Omzet usaha saya turun drastis karena kan biasa dominan pembeli dari orang kerja di bandara, karena rumah dekat bandara. Nah pekerja di bandara kan banyak yang kena PHK dan nggak masuk kerja normal, jadi berpengaruh,” ujar Handika seperti dikutip PotensiBisnis.com dari berita "KUR Super Mikro Selamatkan Usaha Penjual Peyek di Tengah Pandemi"

Handika tahu kondisi saat ini bukan berati harus menyerah. Usaha produksi peyek Handika berlokasi di kawasan Kebon Pala, Halim, Jakarta Timur, harus tetap jalan.

Usaha Ayah dari satu anak ini hingga sekarang masih sangat tergantung dengan kehadiran pembeli secara luring karena pemasaran peyeknya masih dilakukan dari warung ke warung.

Selama pengunjung warung makan berkurang, maka pemesanan peyek buatannya juga menurun.

Handika mengaku saat ini kondisi usahanya memang sudah membaik. Akan tetapi, omzet per bulan belum sebesar biasanya.

Perbaikan omzet yang belum maksimal ini membuat dirinya harus banyak berhemat dan hidup seadanya, serta mengandalkan bantuan pendapatan dari usaha lain orangtuanya.

“Setelah PSBB ini omzet sudah naik jadi sekitar Rp 300-500 ribu. Untuk makan sehari-hari sih cukup karena orangtua saya juga ada usaha kontrakan,” ujarnya.

Beruntung, di tengah kesulitan yang sedang melanda Handika mendapat tawaran pembiayaan dari Bank BRI.

Melalui bantuan seorang Mantri, BRI menawarkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Super Mikro kepada Handika.

Penawaran agar Handika ikut program KUR Super Mikro muncul karena orangtuanya merupakan nasabah setia BRI.

Program KUR Super Mikro yang ditawarkan kepada Handika cukup terjangkau dan mudah prosedurnya.

Handika mengaku, dirinya hanya perlu memenuhi syarat-syarat administrasi yang mudah dan sedikit demi mendapat pinjaman ini.

Dengan proses yang singkat, Handika berhasil mendapat pinjaman KUR Super Mikro dari BRI. Dia mengambil pembiayaan dengan tenor 18 bulan.

“Mantri BRI baik, sangat membantu ketika mendaftar hingga pinjaman cair. Saya jelas terbantu dari pinjaman ini. Situasi lagi sulit begini, keuangan dan ekonomi menjadi tidak stabil. Saya akan gunakan pinjaman BRI untuk kelanjutan usaha, pokoknya uangnya diputar deh untuk hal-hal baik dan agar usaha tidak tutup,” tuturnya.

Handika merupakan satu dari 590 ribu orang yang menjadi debitur KUR Super Mikro BRI.

Hingga Oktober lalu, BRI sudah menyalurkan Rp 5,20 triliun KUR Super Mikro ke 590 ribu debitur di seluruh Indonesia.

Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengungkapkan penyaluran KUR Super Mikro akan terus dioptimalkan BRI hingga kondisi perekonomian nasional membaik.

Melalui pinjaman ringan ini, pelaku usaha Ultra Mikro diharap bisa mempertahankan usahanya dan segera pulih akibat dampak pandemi Covid-19.

“Penyaluran KUR Super Mikro adalah bagian dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). BRI tidak membatasi debitur KUR Super Mikro hanya untuk pengusaha kecil yang berpengalaman usaha. Pengusaha Ultra Mikro baru bisa mendapat fasilitas ini, asal memenuhi persyaratan seperti mengikuti program pendampingan, tergabung dalam kelompok usaha, atau anggota keluarganya ada yang memiliki usaha,” ujar Supari.

Sesuai namanya, KUR Super Mikro dikhususkan untuk nasabah pelaku usaha Ultra Mikro, atau korban PHK dan ibu rumah tangga yang memiliki usaha produktif.

Selain demi membantu pemulihan kondisi ekonomi nasional, KUR Super Mikro juga disalurkan BRI sebagai cara perusahaan memperluas penetrasi layanan perbankan ke masyarakat Indonesia.

“Pembiayaan bagi mereka diharap dapat membantu pemulihan kondisi ekonomi, dan mencegah semakin banyaknya pelaku usaha yang gulung tikar serta masyarakat yang jatuh miskin karena Covid-19,” tutupnya.***

Editor: Awang Dody Kardeli

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x