Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus Pandemi, Dirjen PHU: Perisapan Harus Tetap Dilakukan

- 10 April 2021, 08:50 WIB
Rombongan jemaah Haji. itigasi risiko penyelenggaraan haji khusus di masa pandemi telah dimatangkan oleh pihak Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Rombongan jemaah Haji. itigasi risiko penyelenggaraan haji khusus di masa pandemi telah dimatangkan oleh pihak Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah. /Dok. Kemenag

POTENSI BISNIS – Rumusan mitigasi risiko penyelenggaraan haji khusus di masa pandemi telah dimatangkan oleh pihak Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag bersama Asosiasi Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).

Berlangsung di Depok, 9 April 2021, pembahasan tersebut dikemas dalam Focuss Group Discusion (FGD) Mitigasi Risiko Permasalahan Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus. FGD ini diikuti tujuh asosiasi, yaitu: Himpuh, Amphuri, Kasthuri, Asphurindo, Sapuhi, Gapura, dan Ampuh.

Selain pihak Kemenag, pada forum tersebut juga hadir juga perwakilan dari Direktorat Perlindungan WNI, Direktorat Surveillance dan Karantina Kesehatan, Pusat Kesehatan Haji, serta Direktorat Keamanan Penerbangan Ditjen Perhubungan Udara.

Baca Juga: Saat Ramadhan Masjid Istiqlal Dibuka, Wamenag: Hanya untuk 2.000 Jamaah

Baca Juga: Perubahan Jadwal Samsat Keliling pada Hari Sabtu, 10 April 2021 di Wilayah Bandung

Menurut Plt Dirjen PHU Khoirizi H Dasir, sampai saat ini belum ada negara yang sudah mendapat informasi dari Arab Saudi terkait kepastian pemberangkatan jemaah haji. Namun, persiapan tetap harus terus dilakukan, baik untuk haji reguler maupun haji khusus.

"Ada atau tidak ada kepastian keberangkatan jemaah, persiapan harus terus dilakukan. Sebab, pelayanan, pembinaan, dan perlindungan jemaah haji menjadi amanah undang-undang," tegas Khoirizi.

Ia berpendapat jika ada sejumlah hal yang perlu dibahas dalam penyiapan prosea mitigasi.

Baca Juga: Rahasia Panjang Umur Pangeran Philip Terungkap, Acara Ultah 100 Tahun Juni Nanti Batal

Hal itu antara lain mencakup opsi dan skenario penyelenggaraan ibadah haji berdasarkan asumsi kuota, skema penerbangan, apakah memberlakukan transit atau langsung, termasuk juga terkait karantina.

"Bagaimana skema karantina sebelum keberangkatan, saat di saudi, dan ketika pulang. siapa penanggung jawab karantina? Ini perlu dibahas dan disepakati," kata Khoirizi.

Mengenai lokasi pemberangkatan Jemaah haji, ia memaparkan jika hal tersebut harus difikirkan demi menghindari penyebaran Covid-19.

"Embarkasi pemberangkatan juga harus dibahas. Apakah tetap akan tersebar, atau disatupintukan melalui Jakarta misalnya," katanya.

Sementara itu, Khoirizi juga menggarisbawahi pentingnya mendiskusikan skema layanan akomodasi di Saudi saat pandemi.

Juga terkait penerapan protokol kesehatan dan disiplin 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, mengurangi mobilitas, menghindari kerumunan).

Kuota Haji dari Pihak Saudi Arabia

Terkait kuota, Khoirizi yang juga Direktur Bina Haji berkomitmen bahwa berapapun jumlah yang diberikan Arab Saudi nantinya, jemaah haji khusus tetap mendapat porsi 8%. Sebab, menurutnya hal itu merupaka amanah UU.

Namun, bila Saudi memberikan kuota haji, Khoirizi menggarisbawahi beberapa hal yang harus diperhatikan.

Pertama, Kemenag dan Komisi VIII DPR berkomitmen bahwa berapanpun kuota yang diberikan, akan diberangkatkan.

Kedua, waktu terus berjalan. Perlu dirumuskan opsi-opsi skenario penyelenggaraan berdasarkan asumsi kuota dan ketersediaan waktu.

Ketiga, perhitungan biaya protokol kesehatan dan skema pembiayaannya.

Keempat, kesiapan jemaah haji. Sebab, mayoritas (63%) jemaah Indonesia adalah lansia, di atas 60 tahun. Ini perlu diperhatikan jika ada ketentuan pembatasan usia dan jemaah dengan penyakit bawaan.

"Kita berharap jemaah haji bisa mengukur kemampuannya, baik terkait aspek pengetahuan ibadah maupun kondisi kesehatan," tandasnya.***

Editor: Awang Dody Kardeli


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah