Jokowi Legalkan Miras Hingga Tingkat Eceran, Ketua PP Muhammadiyah: Jati Diri Bangsa Ditinggalkan

- 28 Februari 2021, 10:55 WIB
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas /muhammadiyah.or.id
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas /muhammadiyah.or.id /
POTENSI BISNIS - Muhamadiyah menyatakan sikapnya terkait kebijakan pemerintah menerapkan industri minuman keras.
 
Minuman beralkohol itu sebagai daftar positif investasi (DPI) terhitung sejak tahun ini.
 
Sebelumnya, industri tersebut masuk kategori bidang usaha tertutup.
 
 
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Anwar Abbas mengaku kecewa terhadap keputusan Presiden Joko Widodo untuk aturan miras tersebut.
 
“Saya melihat dengan adanya kebijakan ini, tampak sekali bahwa manusia dan bangsa ini telah dilihat dan diposisikan oleh pemerintah dan dunia usaha sebagai objek,"kata Abbas. 
 
"Objek yang bisa dieksploitasi demi keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan pemerintah dan dunia usaha,” lanjutnya pada 25 Februari 2021 dalam laman resmi Muhammadiyah. 
 
 
Menurut Ketua PP Muhammadiyah itu, pedoman Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan panduan bernegara kini hanya menjadi hiasan.
 
Dia mengatakan bahwa dalam kebijakan pedoman sebagai karakter dan jati diri kebangsaan itu sudah ditinggalkan.
 
“Dengan kehadiran kebijakan ini, saya melihat bangsa ini sekarang seperti bangsa yang telah kehilangan arah," ucapnya. 
 
"Tidak jelas oleh apa yang menjadi pegangan bagi pemerintah dalam mengelola negara ini,” kata Anwar.
 
Data yang terhimpun, jika pemerintah terhitung tahun ini, telah menetapkan industri minuman karas sebagai Daftar Positif Investasi (DPI).
 
Sebelumnya, industri tersebut masuk kategori bidang usaha tertutup.
 
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
 
Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah ditandatangani Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021.
 
Dalam lampiran III Perpres 10/2021, pemerintah mengatur ada empat klasifikasi miras yang masuk daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu.
 
Pertama, industri minuman keras mengandung alkohol. Kedua, minuman keras mengandung alkohol berbahan anggur.
 
Adapun ketentuan untuk berinvestasi di bisnis tersebut adalah penanaman modal baru hanya dapat dilakukan di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan lokal.
 
Penanaman modal tersebut ditetapkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan gubernur.
 
Ketiga, perdagangan eceran minuman keras dan beralkohol.
 
Keempat, perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau beralkohol. Namun, ada syaratnya, yakni jaringan distribusi dan tempat harus disediakan secara khusus.
 
Merujuk Pasal 6 Perpres 10/2021, industri miras yang termasuk bidang usaha dengan persyaratan tertentu itu dapat diusahakan oleh investor asing, investor domestik, hingga koperasi serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
 
Namun, investasi asing hanya dapat melakukan kegiatan usahanya dalam skala usaha besar dengan nilai investasi lebih dari Rp10 miliar di luar tanah dan bangunan.
 
Selain itu, investor asing wajib berbentuk perseroan terbatas (PT) berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia.
 
Perpres 10/2021 tersebut telah merevisi aturan sebelumnya, yakni Perpres Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal
 
Sebelum ditetapkan sebagai DPI, industri miras selama ini masuk dalam kategori bidang usaha tertutup.
 
Dengan adanya kebijakan melegalkan miras tersebut, industri miras di Indonesia bisa menjadi ladang investasi asing, domestik, hingga diperjual belikan secara eceran. ***
 

Editor: Muhammad Sadili

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x