Hariqo: Pers Bagian Penting Dalam Demokrasi, Pemerintah Harus Bijak Terkait Anggaran Influencer

25 Agustus 2020, 16:38 WIB
ILUSTRASI: influencer/ /pixabay/viarami

POTENSI BISNIS - Pegiat Komuni Konten Hariqo Wibawa Satria mengatakan, efektifiktas influencer perlu dipastikan apakah media sosial (Medsos) yang digunakannya itu follower asli, bagaimana dengan reputasi dan interaksinya.

Berbagai contoh kasus, sudah banyak sekali perusahaan yang mengalami kerugian mencapai milyaran rupiah. Disebabkan tertipu oleh follower, komentar dan reputasinya itu palsu.

Pemerintah seharusnya lebih bijak terkait anggaran influencer, bisa dialokasikan untuk media-media.

Baca Juga: KPK akan Menelisik Lebih Lanjut Terkait Dugaan Penggunaan Anggaran Rp90,45 Miliar untuk Influencer

"Pers itu bagian penting dalam sistem demokrasi selain eksekutif, legislatif dan yudikatif. Di beberapa negara bahkan sudah memberikan insentif untuk membantu agar pers jangan mati, sebab kalau mati kekuasaan akan berjalan seperti mobil tanpa rem," kata Hariqo memberikan keterangan via WhatsApp, di Jakarta pada Selasa 25 Agustus 2020.

Dia menambhkan, saat seseorang memposting sebuah konten di media sosial, tidak semua pengikutnya juga melihat ada keterbatasan juga.

Terlebih, konten berat seperti sosialisasi RUU tentu membahayakan jika disampaikan sisi bagusnya saja oleh influencer, tanpa menyampaikan sisi buruknya untuk kepentingan nasional.

Baca Juga: Demo Buruh Hari Ini di Jakarta: Tolak Omnibus Law RUU Ciptaker dan Stop PHK

"Tak ada yang salah mempromosikan produk di medsos, apalagi produk buatan rumah tangga, umkm, dan lain sebagainya. Akan tetapi, memang harus waspada penuh utamanya mempromosikan kosmetik, makanan, obat, dan lain-lain, perlu di cek dulu izinnya," ujarnya.

Tetapi, kata Hariqo, untuk mempromosikan sebuah aturan yang banyak diperdebatkan, seperti RUU Omnibus law sebaiknya hati-hati.

"Karena itu menyangkut masa depan orang banyak untuk jangka panjang, pelajari dulu, baca berbagai pendapat akademisi, aktivis yang berkompeten," tandasnya.

Menurutnya, konten itu ukurannya kepentingan nasional, sebelum mempromosikan satu konten. Penting tanyakan pada diri sendiri, apakah konten ini merugikan masyarakat untuk sekarang dan jangka panjang.

Baca Juga: Jokowi : Setelah Banpres UMKM Disalurkan, Jangan Lupakan Protokol Kesehatan saat Membuka Usaha

Di sisi lain, Hariqo mengatakan, pemerintah jangan takut kalau kebijakannya mampu menciptakan keadilan sosial, yaitu mengangkat orang miskin ke tempat yang seharusnya mereka dapatkan.

"Maka tak perlu influencer, sebab tanpa dimintapun orang akan sosialisasikan," imbuhnya.

Bagus, ICW terus bergerak, puji Hariqo. Harusnya hal ini dilakukan oleh organisasi mahasiswa baik yang berbasis kampus maupun ekstra kampus.

Sebelumnya, ICW menduga pemerintah pusat telah menggunakan dana anggaran Rp90,45 miliar di sejumlah kementerian untuk aktivitas influencer dalam jangak 2017-2020.

Salah satunya, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), yang paling besar dalam hal ini mengadakan 22 paket jasa influencer dengan dana mencapai Rp77,6 miliar.

Sementara itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sebanyak 4 pengadaan jasa dengan nilai Rp10,83 miliar.

Kemudian disusul Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan total 12 pengadaan jasa influencer senilai Rp1,6 miliar.

Kementerian Perhubungan jasa pengadaan 1 influencer senilai Rp195,8 juta serta Kementerian Pemuda dan Olahraga juga 1 paket penggunaan jasa influencer dengan harga Rp150 juta.***

Editor: Pipin L Hakim

Tags

Terkini

Terpopuler