Gus Yaqut Komitmen Lindungi Hak Warga Negara, Singgung Syi'ah dan Ahmadiyah

25 Desember 2020, 19:15 WIB
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas meluruskan ucapannya soal perlindungan hak beragama bagi warga Syiah dan Ahmadiyah. /ANTARA/HO-Kementerian Agama/am/ANTARA

POTENSIBISNIS - Sehari resmi dilantik jadi Menteri Agama, Gus Yaqut grecep melihat persoalan Syiah dan Ahmadiyah di Indonesia.

Polemik Syiah dan Ahmadiyah di Indonesia sudah terjadi sejak 1998 dan 2000, masayarakat menilai kedua faham pemikiran Islam tersebut merupakan aliran sesat.

Melihat kondisi tersebut, Gus Yaqut menjelaskan pemerintah akan melakukan afirmasi terhadap hak warga negara dari kedua aliran tersebut.

Baca Juga: Mengejutkan! Warga Cilacap Evakuasi Buaya Perairan saat Musim Hujan

Gus Yaqut juga enggan ada kelompok minoritas yang terusir dari kampung halamannya sendiri karena berbeda keyakinan dan pemikiran.

Bahkan Gus Yaqut akan melindungi warga Syiah dan Ahmadiyah.

"Mereka warga negara yang harus dilindungi," kata Yaqut saat dikonfirmasi ANTARA yang dikutip oleh PotensiBisnis.com di Jakarta, Kamis 24 Desember 2020.

Gus Yaqut juga menyatakan bahwa Kementerian Agama akan memfasilitasi dialog lebih intensif untuk menjembatani perbedaan yang ada.

Baca Juga: Antisipasi Varian Baru Virus Corona, Begini Langkah yang Diambil Menkes Budi Gunadi

"Perlu dialog lebih intensif untuk menjembatani perbedaan. Kementerian Agama akan memfasilitasi," katanya, sebagaimana diberitakan sebelumnya di BekasiPikiranRakyat.com "Sehari Pimpin Kementerian Agama, Gus Yaqut Ingin Afirmasi Hak Beragama Warga Syiah dan Ahmadiyah"

Pernyataan Gus Yaqut tersebut untuk merespons permintaan Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra agar pemerintah mengafirmasi urusan minoritas.

Hal ini disampaikan secara daring pada forum Professor Talk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Jakarta, Selasa 15 Desember 2020.

"Terutama bagi mereka yang memang sudah tersisih dan kemudian terjadi persekusi, itu perlu afirmasi," kata Azyumardi.

Menurut Azyumardi, afirmasi itu kurang tampak diberikan pemerintah kepada kelompok minoritas. Misalnya, saat pemeluk agama minoritas ingin mendirikan tempat ibadah.

Azyumardi mengatakan bahwa para pengungsi Syiah di Sidoarjo dan kelompok Ahmadiyah di Mataram harus mengalami persekusi oleh kelompok Islam 'berjubah'.

Namun, persoalan intoleran itu, menurut Azyumardi, bukan muncul di kalangan umat Islam saja, melainkan juga dialami oleh pemeluk agama lain di Indonesia.

"Di wilayah yang mayoritas Kristen, itu Katolik susah bikin gereja.Yang mayoritas Katolik, orang Kristen juga susah untuk membangun," kata Azyumardi.

Ia berpendapat bahwa akan sulit bagi kelompok yang memiliki relasi kekuatan (power relation) minim di suatu lokasi bisa mendapat restu mendirikan tempat ibadah tersebut dari kelompok yang memiliki relasi kekuatan yang lebih kuat.

Baca Juga: KPK Bongkar Jebakan Korupsi di Hari Natal, Pejabat Negara Harus Waspada

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 yang mendasarkan pendirian rumah ibadah pada komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa, menjadi sulit dilakukan ketika relasi kekuatan tadi belum merata.

Azyumardi mengatakan bahwa faktor pemekaran daerah yang kurang diperhatikan oleh Pemerintah juga memberikan andil yang menyebabkan permasalahan tersebut.

"Itu saya kira perlu ditata ulang ini, ya. Bagaimana pihak yang berkuasa ini merasa kurang toleran. Jadi, masih perlu saya kira dilakukan afirmasi lah dari tingkat nasional," kata Azyumardi.***(M.Bayu Pratama/BekasiPikiranRakyat.com)

Editor: Rahman Agussalim

Sumber: Bekasi Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler