Memang hadis di atas adalah hadis mauquf yaitu merupakan perbuatan, perkataan, dan diamnya sahabat. Yang dalam hal ini adalah perkataan dan atau perbuatan Aisyah RA.
Jadi ia memang bukan hadist marfu’, yaitu hadis yang isinya adalah perbuatan, perkataan, dan diamnya Rasulullah SAW.
Namun adakalanya sebuah hadist itu mauquf, tapi dihukum sebagai hadis marfu’. Para ulama menyebut hadits semacam ini dengan sebutan al-marfu’ hukman.
Yakni hadist yang walaupun secara umum (lafzhan) adalah hadis mauquf tetapi secara hukum termasuk hadis marfu’ (Mahmud Thahhan,Taysir Musthalah al-Hadits, halaman 131).
Hadis al-marfu’ hukman mempunyai ciri antara lain bahwa objek hadis bukanlah lapangan pendapat atau ijtihad.
Dengan kata lain, bahwa seorang sahabat tidaklah berkata, berbuat, atau berdiam terhadap sesuatu kecuali dia telah memastikan bahwa itu berasal dari Nabi SAW.
Mengenai hadist Aisyah RA di atas terdapat indikasi bahwa ia adalah al-marfu’ hukman.
Nash ini layak menjadi dalil bahwa batas waktu terakhir untuk mengqadha puasa adalah bulan Sya’ban.
Artinya, qadha hendaknya dilaksanakan sebelum datangnya Ramadhan yang baru. Jika tidak demikian, maka seseorang telah melampaui batas.