Angka Kematian Sebab Kanker Paru Nomor Satu di Dunia, Lakukan Deteksi dan Pencegahan Dini

- 29 November 2021, 09:17 WIB
ilustrasi kanker paru. Angka Kematian Sebab Kanker Nomor Satu di Dunia, Lakukan Deteksi dan Pencegahan Dini, simak selengkapnya dalam artikel ini
ilustrasi kanker paru. Angka Kematian Sebab Kanker Nomor Satu di Dunia, Lakukan Deteksi dan Pencegahan Dini, simak selengkapnya dalam artikel ini /freepik/


POTENSI BISNIS - Data GLOBOCAN 2020 menyatakan bahwa angka kematian kanker paru-paru di Indonesia meningkat sebesar 18 persen menjadi 30.843 orang dengan kasus baru mencapai 34.783 kasus.

Angka tersebut membuat kematian akibat kanker paru baik di Indonesia maupun di dunia menempati urutan pertama diantara semua jenis kanker.

Dr. Sita Laksmi Andarini, PhD, Sp.P(K), Dokter Spesialis Paru Konsultan Onkologi dan Anggota Pokja Onkologi Toraks PDPI menuturkan jika saat ini kanker paru-paru terus meningkat setiap tahunnya.

Baca Juga: Bocoran Ikatan Cinta: Nino Bahagia Matanya akan Kembali Normal, Katrin Pilih Temani Bosnya Ketimbang Rendy?

"Kita lihat data kongkretnya saja, di rumah sakit Persahabatan, lima tahun ke belakang terbanyak mengidap kanker paru-paru dan TBC (Tuberkulosis). Kanker paru pun meningkat drastis. Dulu 300-500 jiwa, di tahun 2012 meningkat jadi 1500 jiwa, tahun ini meningkat di atas 1500 untuk kasus baru di satu rumah sakit saja, jadi meningkat berkali lipat dari tahun ke tahun," kata dr Sita seperti dikutip PotensiBisnis.com dari YouTube Indonesia Peduli Kanker Paru, 23 November 2021.

Dr Sita juga mengatakan angka tersebut didominasi oleh pria perokok aktif.

Sedangkan, angka kegawatan untuk perempuan tetap tinggi diposisi lima mengidap kanker paru-paru.

Baca Juga: Horoskop Senin 29 November 2021: Aries, Taurus, Gemini, dan Aquarius Cenderung Khawatir dan Tidak Sehat

Melihat hal tersebut, dapat disimpulkan jika rokok merupakan faktor utama penyebab kanker mematikan ini.

Selain itu perokok aktif, perokok aktif dan risiko pekerjaan seperti bekerja di pabrik semen atau kaca.

Jika sudah tahu penyebab utamanya, lebih baik kita menghindarinya untuk mencegah kanker paru-paru.

Selain itu, jika sudah berisiko, dr Sita menyarankan untuk melakukan skrining kanker paru dan deteksi dini kanker paru-paru.

Baca Juga: Golden Scene Ikatan Cinta: Al dan Mama Rosa Cari Keberadaan Jessica, Andin Kembali Drop Lantaran Rawat Reyna

Skrining adalah upaya mendiagnosis kanker sebelum terjadi gejala.

Skrining diharapkan dapat dilakukan pada usia dewasa, risiko tinggi yaitu riwayat merokok, perokok pasif, atau bekas perokok, riwayat pajanan pekerjaan, riwayat genetik kanker, dan riwayat fibrosis paru.

"Vape juga sama saja menjadi faktor berisiko kanker paru-paru. Bahkan rumah yang masih menggunakan kompor tungku," kata dr Sita.

Sedangkan deteksi dini adalah upaya untuk mendeteksi kanker dalam stage yang lebih dini, saat terjadi gejala yaitu batuk, batuk darah, sesak napas, nyeri dada.

Deteksi dini kanker paru-paru hendaknya disatukan dengan program deteksi dini TB paru, sehingga dapat terdeteksi di stadium dini.

Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 29 November 2021: Iqbal Masuk Perangkap Al, Mama Rosa Bersikeras Cari Jessica

Skrining dan deteksi dini dapat dilakukan melalui CT scan toraks dosis radiasi rendah (Low-dose CT thorax).

"Jika sudah ke dokter namun dua minggu masih bergejala, baiknya scan track deteksi kanker paru-paru," kata dr Sita.

Saat ini, akses pengobatan kanker paru-paru di JKN masih belum merata.

Berdasarkan Laporan Keuangan BPJS 2019, hanya 3 persen dana dari JKN telah dialokasikan untuk pengobatan kanker, termasuk kanker paru.

Saat ini, JKN hanya menjamin pengobatan personalisasi atau inovatif bagi penderita dengan mutasi EGFR positif.

Padahal, hampir 60 persen dari penderita kanker paru-paru memiliki mutasi EGFR negatif yang memerlukan pengobatan atau terapi yang lain, seperti imunoterapi, dan belum ditanggung JKN.

“Prevalensi kanker para-paru di Indonesia memang masih tinggi. Akan tetapi, saat ini pengobatan yang bekerja spesifik sesuai tipe kanker paru-paru sudah tersedia baik bagi penderita dengan Mutasi EGFR positif ataupun negatif sesuai dengan pedoman internasional, termasuk pembedahan, kemoterapi, terapi target dan imunoterapi," tambah dr Sita.

Berbeda dengan pengobatan yang lain, sistem kerja dari pengobatan imunoterapi langsung menghambat sinyal negatif yang digunakan kanker untuk mengelabui sistem imun tubuh melawan kanker.

Dengan begitu, sistem kekebalan pada penderita kanker akan jauh lebih aktif untuk melawan sel kanker tersebut.

Imunoterapi diharapkan dapat menjawab kebutuhan penderita dan dapat menekan laju pertumbuhan angka beban kanker paru.

“Dengan adanya terobosan dalam penanganan kanker paru, tentu saja saya berharap hal tersebut dapat meningkatkan harapan dan kualitas hidup penderita kanker paru di Indonesia. Sebab, peningkatan kualitas hidup penderita kanker paru tidak terlepas dari kemudahan mendapatkan akses dari tahap diagnosis, terapi dan tatalaksana paliatifnya,” kata dr. Sita.

Seringkali kanker paru-paru hanya dikaitkan dengan perilaku merokok, sehingga ada anggapan bahwa upaya peningkatan akses pengobatan (kuratif) kanker paru belum memiliki urgensi seperti upaya promotif dan preventif.

Namun ditemukan sebuah karakteristik unik di daerah Asia Pasifik, termasuk Indonesia, bahwa jumlah non perokok dan perempuan yang didiagnosis dengan kanker paru lebih tinggi dibandingkan dengan tempat lain di dunia.

Sehingga, kita tidak dapat mengesampingkan pentingnya meningkatkan akses ke pengobatan yang paling direkomendasikan untuk setiap jenis kanker paru-paru.***

Editor: Pipin L Hakim


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah