Kasus Pemalsuam DPT, 7 Anggota PPLN Kuala Lumpur Dituntut 6 Bulan Penjara dan Denda Rp 10 Juta

20 Maret 2024, 06:00 WIB
Sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa dalam perkara dugaan pemalsuan data pemilih oleh tujuh anggota non-aktif PPLN Kuala Lumpur, Malaysia di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Selasa 19 Maret 2024 /

POTENSI BISNIS - Tujuh anggota nonaktif Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur dituntut hukuman penjara selama 6 bulan dan denda sejumlah Rp10 juta subsider kurungan 3 bulan, terkait dugaan kasus pemalsuan data dan daftar pemilih Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.

Para terdakwa nomor satu hingga enam dihadapkan pada tuntutan pidana penjara selama 6 bulan.

Mereka diberikan keringanan agar tidak ditahan apabila dalam satu tahun setelah putusan berkekuatan hukum tetap atau inkrah, tidak melakukan pelanggaran yang sama atau tindakan pidana lainnya.

Baca Juga: Ramadhan 2024: Berkah dan Rezeki dalam Bulan Ramadhan, Pelajaran untuk Hidup Berkualitas

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 dengan pidana penjara masing-masing selama 6 bulan dengan ketentuan tidak perlu dijalani apabila yang bersangkutan dapat dalam masa percobaan selama satu tahun sejak putusan inkrah tidak mengulangi perbuatan atau tidak melakukan tindak pidana lainnya,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Selasa, 19 MAret 2024, malam.

Nama-nama terdakwa nomor satu hingga enam meliputi Ketua PPLN Kuala Lumpur yang bernama Umar Faruk, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Keuangan yang bernama Tita Octavia Cahya Rahayu, dan Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Data dan Informasi yang bernama Dicky Saputra.

Sedangkan, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi SDM bernama Aprijon, Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Sosialisasi bernama Puji Sumarsono, dan Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu bernama A. Khalil.

Baca Juga: Kasus Penyebaran Hoaks Pilpres, Polri Limpahkan Berkas Palti Hutabarat ke Kejaksaan

Adapun terdakwa ketujuh, yaitu Anggota PPLN Kuala Lumpur Divisi Logistik bernama Masduki Khamdan Muchamad, dituntut pidana penjara selama 6 bulan dengan perintah penahanan di rutan.

“Khusus terdakwa tujuh, Masduki, pidana penjara selama 6 bulan dikurangkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa tujuh dengan perintah agar dilakukan penahanan rutan,” ucap jaksa.

Menurut jaksa, ketujuh terdakwa telah terbukti dengan bukti yang sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan pertama.

Mereka disebut telah dengan sengaja melanggar hukum dengan melakukan pemalsuan data dan daftar pemilih, baik sebagai pelaku langsung, yang memberi perintah, maupun yang turut serta dalam perbuatan tersebut.

“Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 544 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana,” kata jaksa.

Baca Juga: Tindak Lanjut Laporan Kemenkeu ke Kejagung, KPK Selidiki Dugaan Korupsi LPEI

Faktor-faktor yang dianggap memberatkan oleh jaksa dalam menetapkan tuntutan adalah bahwa para terdakwa, sebagai penyelenggara pemilu, tidak memenuhi kewajiban mereka sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Secara spesifik terkait dengan Masduki, dia dianggap telah menyalahgunakan kewenangannya dalam proses perekrutan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) Luar Negeri Kuala Lumpur.

Hal ini mengakibatkan adanya pantarlih fiktif yang menyebabkan proses pencocokan data pemilih tidak terlaksana secara optimal.

“Dan terdakwa tujuh (Masduki) tidak memenuhi panggilan penyidik dan ditetapkan sebagai DPO,” imbuh jaksa.

Di sisi lain, faktor-faktor yang memperhingatkan adalah bahwa rangkaian kejahatan yang dilakukan oleh para terdakwa, mulai dari proses penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) hingga tahap pemungutan suara, telah dibatalkan dan dianggap tidak sah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia atas rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia, yang kemudian diikuti dengan dilaksanakannya pemungutan suara ulang.

Selain itu, faktor yang dapat mengurangi hukuman adalah bahwa para terdakwa telah dihentikan sementara dari jabatan sebagai ketua atau anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, kecuali Masduki.

Selain itu, para terdakwa, kecuali Masduki, dinilai telah bersikap kooperatif dan tidak menyulitkan proses hukum.

“Para terdakwa sebagian besar merupakan mahasiswa atau mahasiswi yang sedang menempuh kuliah S3 di Malaysia. Para terdakwa kecuali terdakwa dua dan terdakwa tiga mempunyai tanggungan keluarga, istri, dan anak,” imbuh jaksa.

Dalam kasus ini, tujuh anggota non-aktif PPLN Kuala Lumpur dituduh melakukan pemalsuan data dan daftar pemilih luar negeri untuk Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.

Jaksa percaya bahwa para terdakwa telah memasukkan informasi yang tidak akurat dan tidak valid ke dalam Data Pemilih Sementara (DPS), yang kemudian diubah menjadi DPS Hasil Perbaikan (DPSHP), dan akhirnya ditetapkan sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT), meskipun tidak sesuai dengan hasil pengecekan lapangan (coklit).

Para terdakwa juga dituduh telah memindahkan daftar pemilih dari metode Tempat Pemungutan Suara (TPS) ke metode Kotak Suara Keliling (KSK) dan Pos, padahal data dan alamat pemilih tidak jelas atau tidak lengkap.***

Editor: Sihab Ulumudin

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler