Pengakuan Habib Rizieq setelah Disomasi PTPN VIII Soal Tanah Pesantren Megamendung Bogor

28 Desember 2020, 10:25 WIB
Jalan masuk menuju Markaz Syariah di Megamendung //Yudhi Maulana/Isu Bogor

POTENSIBISNIS - Imam Besar Habib Rizieq Shihab membuka pengakuannya terkait tanah pesantren Megamendung, Bogor, Jawa Barat.

Belum lama ini, tanah pesantren Megamendung, Bogor, Jawa Barat, menjadi perhatian serius lantaran PT Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) mensomasi pengusur untuk menyerahkan kemabali tanah tersebut pada negara dalam hal ini PTPN VIII.

PTPN VIII melayangkan surat somasi pada Pondok Pesantren Alam Argokultural miliknya pada Selasa, 22 Desember 2020.

Baca Juga: Rocky Gerung: PDIP Jika Merasa Tanggung Jawab atas Dugaan Korupsi, Tak Mungkin Kirim Tri Rismaharini

Atas somasi itu, Habib Rizieq mengakui sertifikat HGU Pondok Pesantren Argokultural yang berada di kawasan Megamendung, Kabupaten Bogor tersebut benar atas nama PTPN.

Namun, Habib Rizieq menegaskan tanah tersebut sudah 30 tahun lamanya digarap masyarakat.

“Nah ini perlu saya luruskan, tanah ini sertifikat HGUnya, ya atas nama PTPN, salah satu BUMN, betul, itu tidak boleh kita pungkiri, tapi tanah ini, sudah 30 tahun lebih digarap oleh masyarakat,” kata Habib Rizieq.

Baca Juga: Satgas Covid-19 akan Lakukan Rapid Test Acak bagi Wisatawan yang Datang ke Bandung

Namun, akhirnya Habib Rizieq mempersilahkan menyerahkan lahan pesantrennya dengan syarat segala pembiayaan yang sudah dikeluarkan oleh masyarakat harus diganti pemerintah.

“Saya mau sampaikan kepada pemerintah khususnya, kalau memang pemerintah melihat lahan ini perlu diambil oleh negara, enggak nolak, mau diambil, silahkan, kalau memang dibutuhkan oleh negara, silahkan ambil, tapi tolong kembalikan semua uang yang sudah dikeluarkan oleh umat,” katanya.

Sebagaimana diketahui sebelumnya, Markas Syariah Megamendung Habib Rizieq, terancam digusur pemerintah karena bermasalah dengan izin dengan pihak PTPN VIII.

Sebagaimana diketahui bahwa PTPN VII merupakan satu diantara Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

1. Serahkan Lahan kepada PTPN

Dalam surat somasi yang dikeluarkan oleh PTPN VIII itu, meminta agar pihak pengurus markas besar syariah FPI megamendung tersebut segera menyerahkan lahan pesantren kepada PTPN VIII.

2. Dugaan Penggelapan

Tak cukup dengan minta lahan dikembalikan, PTPN juga memperhatikan adanya dugaan tindak pidana atas penggelapan hak tanah.

3. Ancaman Jika Tidak Tanggapi Somasi

Selain itu, ada ancaman kepada pengurus pondok pesantren Megamendung wajib menindaklanjuti surat somasi tersebut dengan jangka waktu tujuh hari setelah surat diterima.

Apabila pihak pengurus pesantren tidak menanggapi, maka terancam akan dilaporkan kepada Kepolisian Jawa Barat.

Dalam hal ini, Habib Rizieq yang merupakan satu diantara pengurus pesantren terancam dipidanakan jika tidak menanggapi soal somasi PTPN VIII.

Buka-bukaan

Dikutip dari Isu Bogor, kisruh sengketa lahan antara PTPN VIII dan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab soal Pondok Pesantren Agrokultural di Desa Kuta, Megamendung, Kabupaten Bogor kembali mencuat.

Baru-baru ini PTPN VIII, sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kembali mempersoalkan lahan yang digunakan Habib Rizieq untuk membangun Markaz Syariah Pondok Pesantren Agrokultural agar segera dikosongkan lewat surat somasi.

Menanggapi somasi tersebut, pihak FPI mengunggah penjelasan lengkap Habib Rizieq soal status dan riwayat tanah yang ditempatinya melalui channel YouTube Front TV pada 23 Desember 2020. Habib Rizieq membantah telah telah menyerobot lahan negara.

Penjelasan Habib Rizieq dilakukan saat kunjungan dan peletakan batu pertama pembangunan Masjid Agung di Pondok Pesantren Agrokultural, pada 13 November lalu.

Dalam video tersebut Habib Rizieq menjelaskan secara detail soal keberadaan Markaz Syariah beberapa tahun lalu sempat diganggu.

"Pesantren ini mau diganggu, beberapa tahun lalu. Dan ada yang menyebar fitnah, katanya pesantren ini nyerobot tanah negara. Nah ini perlu saya luruskan, mumpung kumpul semua nih supaya tahu," ungkap Habib Rizieq.

Misal, yang urus ulama NU

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai, jika kepentingannya sebagai Pondok Pesantren dilanjutkan saja penggunaannya.

"Nah kita lihat nanti. Kalau saya berpikir begini, itu kan untuk keperluan pesantren, ya teruskan saja untuk keperluan pesantren. Tapi, nanti yang ngurus misalnya majelis ulama, NU, Muhammadiyah gabunglah termasuk kalau mau FPI bergabung di situ," kata Mahfud MD, dalam diskusi bertajuk masalah Strategis Kebangsaan dan Solusinya secara virtual pada Minggu, 27 Desember 2020.

Kendati demikian, Mahfud MD mengaku, tidak mengetahui solusi yang terbaik dari sengketa lahan tersebut, karena hal itu di luar kewenangannya.

"Tetapi saya tidak tahu solusinya, karena itu urusan hukum pertahanan, bukan urusan politik hukum dalam arti kasus dan keamanan. Tetapi, itu masalah ukum dalam arti bkan administrasinya, ada di pertanahan dan BUMN," ujarnya.

Menurtnya, saat ini semua pihak seharusnya memastika dulu apakah benar petani tersebut sudah lebih dari 20 tahun.

Sebab, kata dia, izin dan persetujuan dari PTPN VIII berdasarkan sertifikat HGU Nomor 299 tanggal 4 Juli 2008.

"Nah sekarang kita pastikan dulu pertaniannya apa betul sudah 20 tahun disitu dan kedua HGU sebenarnya baru dimiliki secara resmi tahun 2008. Sehingga tahun 2013 ketika tanah itu dibeli oleh Habib Rizieq, itu sebenarnya belum 20 tahun digarap petani, kalau dihitung sejak pemberiannya oleh negara pengurusannya oleh negara terhadap apa namanya PTPN VIII," kata dia.

Mahfud MD juga menegaskan, bahwa persoalan tersebut harus diselesaikan secara baik tanpa merugikan pihak-pihak tertentu.

"Sehingga silakan saja apa kata hukum tentang itu semua itu betul UU hukum agraria jika tanah sudah ditelantarkan 20 tahun dan digarap oleh petani atau oleh seseorang tanpa dipersoalkan selama 20 tahun itu bisa dimintakan sertifikat. Mari kita selesaikan secara baik-baik saja," kata Mahfud MD.***

Editor: Awang Dody Kardeli

Tags

Terkini

Terpopuler