Selanjutnya, Bung Tomo usai pertempuran di Surabaya, ia mengemban sejumlah jabatan penting pada periode 1955-1956.
Bung Tomo saat itu menjabat Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/Veteran sekaligus Menteri Sosial Ad Interim di era Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
Kemudian Bung Tomo juga pernah duduk sebagai anggota DPR pada 1956-1959 yang mewakili Partai Rakyat Indonesia.
3. Dipenjara di Era Orde Baru
Pada awal Orde Baru, Bung Tomo mendukung pemerintahan Soeharto karena dinilai tak berhaluan Komunis.
Namun, seja 1970, Bung Tomo mulai melayangkan kritik kebijakan Soeharto. Sikap kritisnya itu memang jadi bagian dari kepribadian Bung Tom, kala ia melihat ketidakberesan di depan matanya.
Dalam sebuah artikel yang ditulis Bung Tomo kepada Presiden Soeharto, Gubernur Ali Sadikin dan Bulog yang seolah-olah menganakemaskan etnis Tionhoa.
Hal tersebut terekam dalam wawancara Bung Tomo dengan judul Bung Tomo Menggunggat: Pengorbanan Pahlawan Kemerdekaan dan Semangat 10 November 1945 telah dikhianati di Majalah Panji Masyarakat No 855 tahun XIII.
Selain itu, Bung Tomo juga kerap mengkritik adanya dugaan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan di Orde Baru.
Empat tahun setelahnya putra kedua Bung Tomo, yaitu Bambang Sulistomo ditahan 2 tahun karena diduga terlibat untuk rasa pada peristiwa 15 Januari 1974 atau dikenal dengan peristiwa Malari.