Berikut Keutamaan Hari Tasyrik Setelah Idul Adha

21 Juli 2021, 20:09 WIB
Ilustrasi: Keutamaan Hari Tasyrik Setelah Idul Adha /Unspalsh

POTENSI BISNIS – Hari Tasyrik secara bahasa merujuk pada kata tasyriq yang artinya penghadapan ke arah timur (arah sinar matahari).

Tetapi Hari Tasyrik biasanya merujuk pada tiga hari setelah Hari Nahar (10 Dzulhijah).
Tiga hari tersebut jatuh pada tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah.

Pada hari-hari tersebut umat Islam diperkenankan menyembelih hewan kurbannya.

Baca Juga: Daftar Wilayah PPKM Level 3 dan Level 4 Provinsi Jawa Barat

Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan, ulama berbeda pendapat terkait jumlah Hari Tasyrik.

Sebagian ulama berpendapat, Hari Tasyrik terdiri atas dua hari. Sebagian ulama lainnya mengatakan, Hari Tasyrik terdiri atas tiga hari. (Al-Asqalani, Fathul Bari bi Syarhi Shahihil Bukhari, [Kairo, Darul Hadits: 2004 M/1424 H], juz IV, halaman 281).

“Hari Tasyrik adalah sebutan bagi tiga hari (11, 12, 13 Dzulhijjah) setelah hari nahar (10 Dzulhijjah).

Baca Juga: Trending Satu di Twitter, Rektor UI Jadi Bahan Candaan Netizen

Tiga hari itu dinamai demikian karena orang-orang menjemur daging kurban di waktu tersebut, yaitu mendendeng dan menghampar daging pada terik matahari,” (Al-Imam An-Nawawi, Al-Minhaj, Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj, [Kairo, Darul Hadits: 2001 M/1422 H], juz IV, halaman 273).

Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan, Hari Tasyrik dinamai demikian karena pada hari itu orang menjemur daging untuk menjadikannya dendeng.

Lain pendapat mengatakan, Hari Tasyrik dinamai demikian karena hewan kurban tidak disembelih kecuali setelah matahari memancarkan sinarnya. (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: IV/281).

Baca Juga: Update! Simak Daftar Wilayah PPKM Darurat Diperpanjang Pulau Jawa-Bali Level 3 dan Level 4

Sebagian ulama lagi berpendapat, Hari Tasyrik dinamai demikian karena shalat Idul Adha dilaksanakan ketika matahari memancarkan cahaya.

Sedangkan ulama lainnya mengatakan, Tasyrik adalah takbir pada setiap selesai salat. (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: IV/281).

Hari Tasyrik disebut antara lain dalam hadis riwayat Imam Muslim sebagai hari makan dan minum:

Artinya: “Dari Nubaisyah Al-Hudzali, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, hari Tasyrik adalah hari makan, minum (pada riwayat lain), dan hari zikir,” (HR Muslim).

Sebagian ulama berbeda pendapat perihal larangan puasa di Hari Tasyrik. Imam Syafi’i dalam qaul jadid-nya mengatakan larangan puasa pada Hari Tasyrik sebagaimana larangan puasa pada yaumus syak.

Namun, dalam Al Quran hari tasyrik disebut hari-hari untuk ibadah, hal ini lebih khusus untuk jamaah haji yang pada hari-hari itu tengah melakukan mabit atau menetap di Mina, dimana mereka terus mendekatkan diri, beribadah dan melempar jumrah. Allah SWT berfirman:

“Dan berzikirlah kepada Allah dalam beberapa hari yang ditentukan (hari-hari tasyrik ). Maka, siapa yang ingin cepat (berangkat dari Mina ) sesudah dua hari, maka tiada dosa atasnya. Dan, barang siapa yang ingin menangguhkan, maka tiada dosa pula atasnya bagi orang yang bertakwa.” ( al-Baqarah [2] : 203).

Adapun keutamaan hari-hari tasyrik sebagaimana disebutkan dalam hadis di antaranya adalah, sebagai hari-hari yang agung untuk beribadah.

Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya hari yang paling mulia di sisi Allah Tabaraka wa Ta’ala adalah hari Idul Adha dan yaumul qarr (hari tasyrik).” (HR. Abu Daud).

Dalam hadis yang lain, hari-hari tasyrik merupakan hari menikmati makan dan minum, hari raya, hari berbahagia karena padanya terdapat kurban.

Nabi SAW bersabda, “Hari-hari Tasyrik adalah hari menikmati makanan dan minuman.”

Disunahkan melantunkan kalimat takbir, tahlil, dan tahmid (takbiran) selepas salat fardhu mulai pada Idul Adha dan hari-hari tasyrik (10-13 Dzulhijah). Hal ini sebagaimana yang Allah perintahkan pada surah al-Baqarah ayat 203 tersebut.***

Editor: Pipin L Hakim

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Terkini

Terpopuler