Terkait Batas Waktu Qadha Puasa, Berikut Penjelasannya

30 April 2021, 15:04 WIB
Ilustrasi puasa. Batas waktu mengqadha puasa menurut ulama. /Freepik

POTENSI BISNIS – Seperti kita tahu, berpuasa di bulan Ramadhan merupakan kewajiban umat muslim, maka bagi yang melewatinya dibebankan utang dan harus mengganti puasa yang belum lunas atau dikenal dengan sebutan qadha.

Puasa qadha sering kita temukan pada kaum perempuan. Semisal seorang perempuan berhalangan untuk berpuasa karena mengalami haid, maka sudah menjadi kewajiban bagi perempuan itu menggantinya dengan cara berpuasa di hari yang lain atau qadha.

Qadha atau puasa pengganti adalah puasa yang dilaksanakan sebagai ganti puasa yang ditinggalkan pada bulan Ramadhan.

Baca Juga: Kenapa Bayar Zakat Fitrah Bulan Ramadhan Harus Lewat Amil? Ini 5 Alasannya

Biasanya, mereka yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan karena terhalang dengan masalah yang syar’i, maka diwajibkan melunasinya di bulan yang lain.

Hanya, banyak di antara kita yang melalaikan utangnya ini.

Hingga akhirnya tiba kembali di bulan Ramadhan. Alhasil, utang tersebut tidak terlunasi.

Lalu, sebenarnya kapan batas akhir kita wajib mengqadha puasa?

Dikutip PotensiBisnis.com dari Konsultasi Wordpress, Imam Abu Hanifah memang membolehkan qadha puasa Ramadhan kapan saja walau pun sudah datang lagi bulan Ramadhan berikutnya.

Dalilnya adalah kumetalkan nash Al-Baqarah: 183. Dalam kitab Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam, hal. 122, dinukilkan oleh penulisnya bahwa Imam Abu Hanifah berkata, “Kewajiban mengqadha puasa Ramadhan adalah kewajiban yang lapang waktunya tanpa ada batasan tertentu, walaupun sudah masuk Ramadhan berikutnya,” (Wujuubu al-qadhaa`i muwassa’un duuna taqyiidin walaw dakhala ramadhan ats-tsaniy).

Sedang jumhur berpendapat bahwa penundaan Qadha selambat-lambatnya adalah hingga bulan Sya’ban dan tidak boleh sampai masuk Ramadhan berikutnya.

Baca Juga: Sinopsis Love Story The Series Jumat 30 April 2021: Maudy Harus Memilih antara Ken atau Argadana

Dalil pendapat jumhur ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ahmad dari Aisyah RA dia berkata, “Aku tidaklah mengqadha sesuatu pun dari apa yang wajib atasku dari bulan Ramadhan, kecuali di bulan Sya’ban hingga wafatnya Rasulullah SAW,” (Beirut: Mu`assasah Ar-Risalah, 2002, halaman 122)

Adapun waktu qadha, yang rajih adalah pendapat jumhur, bukan pendapat Imam Abu Hanifah rahimahullah.

Jadi mengqadha puasa Ramadhan itu waktunya terbatas, bukan lapang (muwassa) sebagaimana pendapat Imam Abu Hanifah.

Maka qadha wajib dilakukan sebelum masuknya Ramadhan berikutnya.

Jika seseorang menunda qadha tanpa udzur hingga masuk Ramadhan berikutnya, dia berdosa.

Dalilnya adalah hadits Aisyah RA di atas bahwa dia berkata, “Aku tidaklah mengqadha sesuatu pun dari apa yang wajib atasku dari bulan Ramadhan, kecuali di bulan Sya’ban hingga wafatnya Rasulullah SAW,” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, dan Ahmad, hadis sahih).

Terdapat hadist yang semakna dalam lafaz-lafaz lain sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.

Memang hadis di atas adalah hadis mauquf yaitu merupakan perbuatan, perkataan, dan diamnya sahabat. Yang dalam hal ini adalah perkataan dan atau perbuatan Aisyah RA.

Jadi ia memang bukan hadist marfu’, yaitu hadis yang isinya adalah perbuatan, perkataan, dan diamnya Rasulullah SAW.

Namun adakalanya sebuah hadist itu mauquf, tapi dihukum sebagai hadis marfu’. Para ulama menyebut hadits semacam ini dengan sebutan al-marfu’ hukman.

Yakni hadist yang walaupun secara umum (lafzhan) adalah hadis mauquf tetapi secara hukum termasuk hadis marfu’ (Mahmud Thahhan,Taysir Musthalah al-Hadits, halaman 131).

Hadis al-marfu’ hukman mempunyai ciri antara lain bahwa objek hadis bukanlah lapangan pendapat atau ijtihad.

Dengan kata lain, bahwa seorang sahabat tidaklah berkata, berbuat, atau berdiam terhadap sesuatu kecuali dia telah memastikan bahwa itu berasal dari Nabi SAW.

Mengenai hadist Aisyah RA di atas terdapat indikasi bahwa ia adalah al-marfu’ hukman.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Hari Ini Jumat 30 April 2021, Libra Naik Gaji, Sagitarius akan Kesulitan dalam Hubungan

Nash ini layak menjadi dalil bahwa batas waktu terakhir untuk mengqadha puasa adalah bulan Sya’ban.

Artinya, qadha hendaknya dilaksanakan sebelum datangnya Ramadhan yang baru. Jika tidak demikian, maka seseorang telah melampaui batas.

Kalau qadha itu boleh ditunda hingga datangnya Ramadhan yang baru, niscaya perkataan Aisyah itu tidak ada faedahnya.

Lagi pula pendapat mengenai wajibnya mengqadha sebelum datangnya Ramadhan yang baru telah disepakati oleh para fuqaha, kecuali apa yang diriwayatkan dari Imam Abu Hanifah rahimahullah.

Maka, dapat kita ketahui bahwa waktu untuk mengqadha puasa ialah sampai datangnya bulan Ramadhan berikutnya. Jadi, selambat-lambatnya hingga bulan Sya’ban. Meski begitu, jika ada kesempatan, maka qadhalah lebih awal.***

Editor: Babah Pram

Sumber: konsultasi.wordpress.com

Tags

Terkini

Terpopuler