'Mengerikan' dan Canggihnya Pesawat Mata-mata P-8 Poseidon Milik AS yang Batal Mendarat di Indonesia

- 21 Oktober 2020, 11:28 WIB
Tak banyak diketahui orang, belum lama ini ada upaya mendaratkan pesawat pengawas maritim P-8 Poseidon (pesawat mata-mata) di Indonesia.
Tak banyak diketahui orang, belum lama ini ada upaya mendaratkan pesawat pengawas maritim P-8 Poseidon (pesawat mata-mata) di Indonesia. /defense-studies/

POTENSIBISNIS - Indonesia telah lama memilih bersikap netral dalam kebijakan luar negeri. Indonesia tidak pernah mengizinkan militer asing beroperasi.

Menurut informasi, para pejabat AS membuat beberapa kali pendekatan tingkat tinggi pada Juli dan Agustus kepada Menteri Pertahanan dan Menteri Luar Negeri RI.

Lalu, belum lama ini AS berupaya mendaratkan pesawat mata-mata P-8 Poseidon milik Amerika Serikat di Indonsia.

Baca Juga: Cukup Pake KTP Cek Pastikan Anda Penerima BPUM Rp2,4 Juta UKM atau Tidak Via eform.bri.co.id/bpum

Permintaan itu datang saat AS dan China tengah meningkatkan persaingan mereka di Asia Tenggara.

Dilansir dari Channel News Asia seperti diberitakan Reuters, P-8 memiliki peran dalam mengawasi aktivitas militer China di Laut China Selatan, yang sebagian besar diklaim oleh Beijing sebagai wilayah kedaulatan mereka.

Vietnam, Malaysia, Filipina dan Brunei juga mengklaim sebagian wilayah laut tersebut.

Analis Asia Tenggara dari Pusat Kajian Strategis dan Internastional, Greg Poling, mengatakan mencoba mendapatkan hak pendaratan untuk pesawat mata-mata adalah contoh yang canggung.

"Ini merupakan indikasi betapa sedikit orang di pemerintah AS yang memahami Indonesia. Ada batas jelas apa yang dapat Anda lakukan," ujar Poling.

Baca Juga: Lazio Vs Dortmund 3-1: Imobile Kalahkan Mantan Tim yang Membesarkannya

AS baru-baru ini menggunakan pangkalan militer di Singapura, Filipina dan Malaysia untuk mengoperasikan P-8 di atas Laut China Selatan.

P-8 dengan radar canggih, kamera definisi tinggi dan sensor akustik telah memetakan pulau, permukaan dan alam bawah laut di Laut China Selatan setidaknya selama enam tahun.

Konflik Amerika Serikat dan Tiongkok masih kian memanas. Diketahui, kedua negara tersebut tengah melakukan berbagai upaya dan strategi perang.

Diketahui saat ini, Tiongkok tengah meningkatkan latihan militer, sementara AS telah meningkatkan tempo operasi navigasi, penyebaran kapal selam, dan penerbangan pengawasan.

Dikutip dari Reuters, baru-baru ini AS diketahui menggunakan pangkalan militer di Singapura, Filipina, dan Malaysia, untuk mengoperasikan pesawat pengawas maritim P-8 Poseidon (pesawat mata-mata), di atas Laut Cina Selatan.

Adapun P-8 Poseidon merupakan pesawat mata-mata AS yang memiliki kelengkapan radar canggih, kamera definisi tinggi, dan sensor akustik.

Lebih "mengerikan" tenbtang kecangihan pesawat tersebut, yang telah berhasil memetakan pulau, permukaan, dan alam bawah laut di Laut China Selatan, setidaknya selama 6 (enam) tahun belakangan.

Saat membawa sonobuoy dan rudal, pesawat P-8 Poseidon dapat mendeteksi dan menyerang kapal dan kapal selam dari jarak jauh.

Poseidon juga memiliki sistem komunikasi yang memungkinkannya untuk mengendalikan pesawat tak berawak.

Dengan kecanggihan Poseidon, pada 2014, AS dengan berani menuding bahwa jet tempur Tiongkok datang dalam jarak 20 kaki dan mengeksekusi barrel roll di atas P-8 yang berpatroli di Laut Cina Selatan.

Saat itu, Tiongkok menggambarkan tuduhan AS sebagai sesuatu yang tidak berdasar.

Dilaporkan, Pemerintah RI resmi menolak proposal Amerika Serikat (AS) yang meminta izin mendaratkan pesawat pengawas maritim P-8 Poseidon untuk mengisi bahan bakar di Indonesia.

Sebenarnya para pejabat AS telah membuat beberapa pendekatan "tingkat tinggi" pada Juli dan Agustus terhadap Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto.

Hal itu juga disampaikan pada Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, sebelum kemudian Presiden Joko Widodo menolak permintaan mendaratkan pesawat mata-mata tersebut.

Seorang analis Asia Tenggara dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional yang berbasis di Washington DC, Greg Poling mengatakan, mencoba mendapatkan hak pendaratan untuk pesawat mata-mata adalah contoh usaha yang ceroboh.

"Ini adalah indikasi betapa sedikit orang di pemerintahan AS yang memahami Indonesia. Ada batas yang jelas untuk apa yang dapat Anda lakukan, dan jika menyangkut Indonesia, ada aturan yang harus dijunjung,” ungkapnya kepada Reuters.***

Editor: Awang Dody Kardeli

Sumber: Reuters


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah