POTENSI BISNIS - Terjadi sebuah insiden mengenaskan saat merayakan Idul Adha 1444 H, terjadi kejadian yang memprihatinkan di Swedia ketika Salinan Al Quran dibakar di luar sebuah masjid.
Pelaku pembakaran adalah seorang warga negara Irak bernama Salwan Momika, yang melakukan tindakan tersebut di dekat Masjid Stockholm di Medborgarplatsen.
Momika dengan sengaja melemparkan salinan kitab suci umat Muslim itu ke tanah sebelum membakarnya, sambil mengucapkan kata-kata yang menghina Islam.
Baca Juga: Cara Membuat Sate Daging Sapi dan Kambing agar Lebih Empuk di Idul Adha 1444 H
Kantor berita ANTARA melaporkan jika aksi provokatifnya ini memicu kehadiran polisi Stockholm, yang datang untuk mencegah terjadinya insiden lebih lanjut.
Perbuatan provokatif ini menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk Ketua Asosiasi Masjid Stockholm, Mahmut Khalfi. Dia sangat marah dan mengecam tindakan Momika serta mempertanyakan izin yang diberikan oleh polisi. Kejadian ini telah memicu kemarahan umat Islam di seluruh dunia.
Pada tanggal 12 Juni 2023, pengadilan banding di Swedia mengonfirmasi keputusan pengadilan yang lebih rendah untuk membatalkan larangan pembakaran Al Quran.
Baca Juga: Idul Adha 2023: Niat dan Doa Ketika Menyaksikan Penyembelihan Hewan Kurban
Pengadilan memutuskan bahwa kepolisian tidak memiliki dasar hukum untuk mencegah dua aksi protes yang melibatkan pembakaran Al Quran pada awal tahun ini.
Pada bulan Februari sebelumnya, polisi menolak memberikan izin untuk dua upaya pembakaran Al Quran dengan alasan masalah keamanan, setelah seorang politikus sayap kanan dari Denmark bernama Rasmus Paludan membakar salinan Al Quran di luar Kedutaan Besar Turki di Stockholm pada bulan Januari.
Kemudian, dua orang yang terlibat dalam aksi provokatif di luar kedutaan Irak dan Turki di Stockholm mengajukan banding terhadap keputusan tersebut.
Baca Juga: Cara Mengawetkan Daging Kurban Idul Adha 2023: Tips Praktis dan Efektif Agar Tahan Lama
Pada bulan April, Pengadilan Administratif Stockholm membatalkan keputusan tersebut dan memutuskan bahwa risiko keamanan tidak cukup menjadi alasan untuk membatasi kemampuan berdemonstrasi.
Keputusan ini memunculkan perdebatan dan kontroversi di masyarakat Swedia, terkait dengan batasan kebebasan berekspresi dan keamanan publik. Hal ini menunjukkan perlunya keseimbangan antara hak untuk menyampaikan pendapat dan menjaga ketertiban sosial dalam konteks yang semakin kompleks.***