Letusan Gunung Merapi Sudah Terjadi Sejak Abad 17, Simak Data Menariknya

- 22 November 2020, 15:36 WIB
Gunung Merapi: BPPTKG menyebutkan bahwa aktivitas Gunung Merapi tingkatnya masih tinggi.
Gunung Merapi: BPPTKG menyebutkan bahwa aktivitas Gunung Merapi tingkatnya masih tinggi. //Antara/Hendra Nurdiansyah/antara

POTENSIBISNIS – Gunung Merapi memiliki ketinggian 2.968 meter di atas permukaan laut (mdpl) yang teletak di Jawa Tengah. Gunung Merapi ini berada di perbatasan empat kabupaten, yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten.

Dikutip PotensiBisnis dari situs resmi Badan Geologi Kementerian ESDM, sejarah letusan Gunung Merapi secara tertulis mulai tercatat sejak awal masa kolonial Belanda sekitar abad ke-17. Letusan sebelumnya tidak tercatat secara jelas.

Sedangkan letusan-letusan besar yang terjadi pada masa sebelum periode Gunung Merapi baru, hanya didasarkan pada penentuan waktu relatif.

Baca Juga: Live Streaming MotoGP Portugal 2020 Siaran Langsung Trans 7 Lengkap Moto2 dan Moto3

 

Pada periode 3000 - 250 tahun yang lalu tercatat lebih kurang dari 33 kali letusan, dimana tujuh diantaranya merupakan letusan besar.

Pada periode Merapi baru telah terjadi beberapa kali letusan besar yaitu abad ke-19 (tahun 1768, 1822, 1849, 1872) dan abad ke-20 yaitu 1930-1931.

Erupsi abad ke-19 jauh lebih besar dari letusan abad ke-20, dimana awan panas mencapai 20 km dari puncak. Kemungkinan letusan besar terjadi sekali dalam 100 tahun (Newhall, 2000).

Baca Juga: Berikut Cara Buat Muffin Apel, Makanan Sehat untuk Disajikan Pagi Hari Pilihan Keluarga

Aktivitas Merapi pada abad ke-20 terjadi minimal 28 kali letusan, dimana letusan terbesar terjadi pada tahun 1931.

Berdasarkan data yang tercatat sejak tahun 1600-an, Gunung Merapi meletus lebih dari 80 kali atau rata-rata sekali meletus dalam empat tahun.

Masa istirahat berkisar antara 1-18 tahun, artinya masa istirahat terpanjang yang pernah tercatat andalah 18 tahun.

Secara umum, letusan Gunung Merapi pada abad ke-18 dan abab ke-19 masa istirahatnya relatif lebih panjang, sedangkan indeks letusannya lebih besar.

Akan tetapi tidak bisa disimpulkan bahwa masa istirahat yang panjang, menentukan letusan yang akan datang relatif besar.

Karena berdasarkan fakta, bahwa beberapa letusan besar, masa istirahatnya pendek. Atau sebaliknya pada saat mengalami istirahat panjang, letusan berikutnya ternyata kecil.

Ada kemungkinan juga bahwa periode panjang letusan pada abad ke-18 dan abad ke-19 disebabkan banyak letusan kecil yang tidak tercatat dengan baik, karena kondisi saat itu.

Jadi besar kecilnya letusan lebih tergantung pada sifat kimia magma dan sifat fisika magma.

Pada tahun 1994, tepatnya, Selasa Kliwon, 22 November 1994, dengan arah letusan terlihat menyimpang ke arah selatan yaitu ke hulu Kali Boyong, terletak antara bukit Turgo dan Plawangan.

Dimana saat itu menelan korban nyawa hingga 68 orang dari Desa Turgo, Tegal, Titis dan Ngandong

Tahun 2006, merapi kembali erupsi namun terjadi perubahan arah dari barat daya ke arah tenggara, dengan membentuk bukaan kawah yang mengarah ke Kali Gendol.

Pada erupsi 2006 ini diawali dengan pertumbuhan kubah lava dan pada puncak erupsi ada awan panas.

Letusan Merapi pada 2006 memuntahkan material 10 juta meter kubik dengan jarak luncur awan panas mencapai tujuh kilometer.

Tingkat kegempaan per hari tercatat VT maksimal 20 kali, MP atau hembusan maksimal 250 kali, dan guguran maksimal 20 kali.

Saat tahun 2010, tepatnya bulan September pada tanggal 20, gunung merapi dinaikkan statusnya menjadi 'Waspada' (Level II).

Kenaikan status berdasarkan peningkatan aktivitas seismik, yaitu Gempa Fase Banyak dengan 38 kejadian per hari, Gempa Vulkanik 11 kejadian/hari, dan Gempa Guguran tiga kejadian per hari.

Pada 21 Oktober 2010 status Gunung Merapi kembali dinaikkan menjadi 'Siaga' (Level III). Kenaikan status juga berdasarkan peningkatan aktivitas seismik, yaitu Gempa Fase Banyak hingga 150 kejadian per hari, Gempa Vulkanik 17 kejadian per hari, dan Gempa Guguran 29 kejadian per hari, dan laju deformasi mencapai 17 cm per hari.

Semua data menunjukkan bahwa aktivitas dapat segera berlanjut ke letusan atau menuju pada keadaan yang dapat menimbulkan bencana.

Pada 25 Oktober 2010 status Merapi ditetapkan 'Awas' (Level IV), dengan kondisi akan segera meletus, ataupun keadaan kritis yang dapat menimbulkan bencana setiap saat.

Seismisitasnya meningkat menjadi 588 kejadian/hari Gempa Fase Banyak, 80 kejadian per hari Gempa Vulkanik, 194 kejadian per hari Gempa Guguran, dengan laju deformasi 42 cm per hari.

Radius aman ditetapkan di luar 10 km dari puncak Merapi.

Pada 26 Oktober 2010 pukul 17:02 WIB terjadi letusan pertama. Letusan bersifat eksplosif disertai dengan awanpanas dan dentuman.

Hal ini berbeda dengan kejadian sebelumnya, yaitu letusan bersifat efusif dengan pembentukan kubah lava dan awanpasan guguran. Letusan yang terjadi pada 29 - 30 Oktober lebih bersifat eksplosif.

Pada 3 November 2010 terjadi rentetan awanpanas yang di mulai pada pukul 11:11 WIB, dan pada pukul 17:30 dilaporkan bahwa awanpanas mencapai 9 km di luar K. Gendol.

Tren menurun pada 5 November 2010 menandakan penghancuran kubah lava tersebut yang menghasilkan aliran awanpanas hingga sejauh 15 km dari puncak Gunung Merapi ke arah K. Gendol.

Pada 4 November 2010 terekam Tremor menerus dan over scale serta peningkatan massa SO2 di udara mencapai lebih dari 100 kiloton. Radius aman ditetapkan di luar 20 km dari Puncak Gunung Merapi.

5 November 2010, terjadi penghancuran kubah lava yang menghasilkan awan panas sejauh 15 km ke K. Gendol.

Erupsi ini merupakan erupsi terbesar. Pada 6 November 2010, Tremor masih menerus dan over scale massa SO2 di udara mencapai puncaknya sebesar 250 - 300 kiloton.

13 November 2010, intensitas erupsi mulai menurun, dan radius aman juga dirubah. Yaitu Sleman 20 km, Magelang 15 km, Boyolali 10 km, Klaten 10 km.

Pada 19 November intensitas erupsi kembali menunjukkan penurunan. Radius aman juga dirubah, yaitu Sleman sebelah barat K. Boyong 10 km, Sleman sebelah Timur K. Boyong 15 km, Magelang 10 km, Boyolali 5 km, dan Klaten 10 km.

Korban jiwa akibat erupsi Gunung Merapi 2010 sebanyak 347 Orang (BNPB). Korban terbanyak berada di Kabupaten Sleman yaitu 246 jiwa. Menyusul Kabupaten Magelang 52 jiwa, Klaten 29 jiwa, dan Boyolali 10 jiwa. Sedangkan pengungsi mencapai 410.388 Orang (BNPB).

Gunung Merapi menunjukkan penurunan. Dengan menurunnya aktivitas tersebut. Maka terhitung mulai tanggal 3 Desember 2010 pukul 09.00 WIB, status aktivitas Gunung Merapi diturunkan dari tingkat "AWAS" menjadi "SIAGA".

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyatakan dari hasil pantauannya terhadap aktivitas vulkanik di Gunung Merapi, status Merapi ditingkatkan dari level Waspada menjadi Siaga sejak 5 November 2020 pukul 12.00 WIB.

Dengan meningkatnya menjadi level Siaga, masyarakat diminta untuk tidak melakukan aktivitas dalam radius 5 kilometer dari puncak Gunung Merapi.

BPPTKG memperkirakan daerah-daerah yang harus bersiaga meliputi: Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah. Dengan rincian, DIY untuk wilayah Kabupaten Sleman, khususnya di Kecamatan Cangkringan, yang meliputi Desa Glagaharjo, Kepuharjo dan Umbulharjo.

Sementara daerah berbahaya di Jawa Tengah yakni di Kabupaten Magelang, Kecamatan Dukun seperti Desa Ngargomulyo, Krinjing dan Paten.

Selain itu, Kabupaten Boyolali, Kecamatan Selo seperti Desa Tlogolele, Klakah dan Jrakah. Kemudian, Kabupaten Klaten, Kecamatan Kemalang seperti Desa Tegal Mulyo, Sidorejo dan Balerente.

Merapi dikenal sebagai gunungapi yang sangat aktif. Oleh karena aktivitasnya yang tinggi, periode letusannya pendek yaitu antara 2-7 tahun, para ahli gunung api memanfaatkannya sebagai obyek penelitian dan penyelidikan serta untuk ujicoba peralatan pemantauan.***

Editor: Muhammad Sadili

Sumber: Esdm.go.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x