Dirgahayu Provinsi Jawa Barat, Sejarah Singkat dari Masa ke Masa

19 Agustus 2020, 11:49 WIB
Ilustrasi Gedung Sate atau Kantor Gubernur Jawa Barat: Wakil Ketua Komisi V DPRD Jabar, Abdul Hadi Wijaya beri tanggapan terkait 40 pegawai di Gedung Sate yang terpapar Covid-19. /DOK. HUMAS PEMPROV JABAR /Tim Dialektika Kuningan 01/

POTENSI BISNIS - Wilayah Jawa Barat merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara pada abad ke-5. Prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara banyak tersebar di Jawa Barat. Terdapat 7 prasasti yang ditulis dalam aksara Wengi 'digunakan dalam masa Palawa India', dan Bahasa Sansakerta, sebagain besar berisi cerita para raja Tarumanagara.

Pasca runtuhnya kerajaan Tarumanagara, kekuasaan di bagian barat Pulau Jawa mulai dari Ujung Kulon hingga Kali Serayu dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda. Salah satu prasasti peninggalan Kerjaan Sunda ialah prasasti Kebon Kopi II berasal dari tahun 932. Dahul kala Kerajaan Sunda beribu kota di Pakuan Pajajaran 'sekarang Kota Bogor'.

Kemudian abad ke-16, Kesultanan Demak tumbuh menjadi pesaing dalam sektor ekonomi dan politik Kerajaan Sunda. Kota Cirebon kala itu merupakan Pelabuhan Cirebon lepas dari Kerajaan Sunda dikarnakan pengaruh Kesultanan Demak. Pelabuhan tersebut kemudian tumbuh menjadi Kesultanan Cirebon, yang memisahkan diri dari Kerajaan Sunda. Kemudian dilanjutkan Pelabuhan Banten yang juga lepas ke tangan Kesultanan Cirebon hingga kemudian tumbuh menjadi Kesultanan Banten.

Raja Sunda Sri Baduga Maharaja untuk menghadapi ancaman saat itu, meminta pertolongan putranya Surawisesa untuk membuat perjanjian pertahanan keamanan dengan orang Portugis di Malaka, demi mencegah jatuhnya pelabuhan utama yakni Sunda Kalapa 'sekarang Jakarta' agar tidak jatuh kepada Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten.

Kerajaan Sunda di pimpin Surawisesa dengan gelar Prabu Surawisesa Jawaperkosa kala itu, kemudian dibuatlah perjanjian pertahanan keamanan Sunda-Postugis, yang ditandai dengan Prasasti Perjanjian Sunda-Portugis ditandatangani pada tahun 1512. Portugis pun diberi akses untuk membangun banteng dan gudang di Sunda Kalapa, kala itu sebagai imbalannya serta menjalankan perdagangan di sana.

Untuk merealisasikan perjanjian keamanan tersebut di tahun 1522 didirikan suatu monumen batu yang disebut padrao di tepi Ci Liwung. Kemudian pada Tahun 1567 - 1579 dibawah pimpinan Raja Mulya alias Prabu Surya Kencana, Kerajaan Sunda saat itu mengalami kemunduran besar dibawah tekanan Kesultanan Banten.

Setelah tahu 1576 Kerajaan Sunda tidak dapat mempertahankan Pakuan Pajaran yang merupakan ibu kota Kerajaan Sunda kala itu, hingga akhirnya jatuh ke tangan Kesultanan Banten. Pada zaman pemerintahan Kesultanan Banten, wilayah Priangan atau Jawa Barat bagian tenggara jatuh ke tangan Kesultanan Mataram.

Jawa Barat sebagai pengertian administratif mulai digunakan pada tahun 1925 ketika Pemerintah Hindia Belanda membentuk Provinsi Jawa Barat. Pembentukan itu sebagai pelaksana Bestuushervormingwet tahun 1922 yang membagi Hindia Belanda atas kesatuan-kesatuan daerah provinsi.

Sebelum tahun 1925 sempat digunakan istilah Soendalanden 'Tatar Sunda' atau Pasoendan sebagai istilah geografi untuk penyebutan bagian Pulau Jawa di sebelah barat Sungai Cilosari dan Citanduy, yang sebagian besar dihuni penduduk berbahasa Sunda sebagai bahasa ibu.

Kemudian pada 17 Agustus 1945 Jawa Barat bergabung menjadi bagian dari Republik Indonesia. Lalu pada tanggal 27 Desember 1949 Jawa Barat menjadi Negara Pasundan yang merupakan salah satu negara bagian dari Republik Indonesia Serikat sebagi hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di antaranya Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda. Kesepakatan tersebut juga disaksikan oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI) sebagai PBB.

Maka Jawa Barat pada tahun 1950 kembali bergabung dengan Repubulik Indonesia hingga saat ini Provinsi Jawa Barat memiliki 27 kota/kabupaten. Sebanyak 14 Gubernur yang memimpin Jawa Barat;

Gubernur pertama periode 19 Agustus 1945- Desember 1945 dari Partai Indonesia Raya, yakni Mas Sutardjo Kertohadikusumo dengan wakil Jusuf Adiwinata, Gubernur selanjutnya dengan wakil yang sama pada periode Desember 1945 - Juni 1946. Dilanjutkan Murdjani periode Juni 1946 - 1 April 1947 masih dengan wakil yang sama (Jusuf Adiwinata).

Kemudian periode 1 April 1947 - 25 April 1952 yang menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat adalah Raden Mas Sewaka, ia menjabat sekurang-sekurangnya hingga 10 September 1951. Setelah itu baru digantikan oleh Sanusi Hardjadinata periode 1 Juli 1951 - 9 April 1957 dari Partai Nasional Indonesia dengan wakil Ipik Gandama.

Ipik Gandama terpilih menjadi gubernur mulai dari 1 Juli 1957 - 6 Februari 1960 dari Partai Pendukung Kemerdekaan Indonesia dengan wakil bernama Lowong. Periode Januari - 6 Februari 1960 Oja Somantri dari Majelis Syuro Muslimin Indonesia, menggantikan yang sebelumnya dengan wakil yang sama.

Mashudi merupakan salah seorang Gubernur yang kala itu mengalami tiga kali mengalami pergantian wakil berturut-turut dari 6 Februari 1960 - 1970 dengan wakil pertama saat menjabat ialah Astrawinata, tahun selanjutnya E. Dchar Sudiwijaya (1963-1967, dan Raden Sabri Gandanegara. Dilanjutkan oleh Solihin Gautama Purwanegara (1970-1975) dengan wakil Raden Ahmad Nashuhi. Selanjutnya Aang Kunaefi Kartawiria yang memiliki dua wakil di tahun yang berbeda Soedoed Warnaen dan Aboeng Koesman. Yogie Suardi Memet Gubernur periode mengalami juga tiga wakil di tahun yang berbeda Karna Suwanda (1994), Suryatna Subrata (1992) dan Mas Achmad Sampurna (1999 -1992). Semua Gubernur ini dari kalangan Militer.

Kemudian Raden Nana Nuriana (1993-1998) dengan wakilnya Ukman Sutaryan (1994), Mas Achmad Sampurna, lalu Dedem Ruchlia (2003), Husein Jachjasahputra hingga Soedarna T.M. Kemudian Gubernur dari tahun 2003 -2008 Danny Setiawan dari Partai Golongan Karya dengan wakil Nu'man Abdul Hakim. Dilanjutkan oleh Ahmad Heryawan periode 2013 -2018 dengan wakil berbeda dalam dua periodenya pertama Dede Yusuf dan kedua Deddy Mizwar. Lalu Gubernur yang sekarang Mochammad Ridwan Kamil dengan wakil Uu Ruzhanul Ulum terpilih pada tahun 2018.***

Editor: Pipin L Hakim

Tags

Terkini

Terpopuler