Jokowi Panggil Kapolri hingga Kapolres ke Istana Tanpa Topi dan Tongkat, Ada Apa?

14 Oktober 2022, 16:54 WIB
Kapolri (Kanan) Jokowi (Kiri) /Doc. YouTube Sekretaris Kabinet/

POTENSI BISNIS - Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo panggil seluruh jajaran Polri sampai ke Kapolres.

Pemanggilan seluruh jajaran di Polri itu dilaksanakan pada Jumat, 14 Oktober 2022 ke Istana Negara di Jakarta Pusat.

Banyaknya orang yang dipanggil, membuat protokol ketat harus ditetapkan.

Baca Juga: Nino Dibuat Syok, Hasil Autopsi Jasad yang Terbakar Ternyata Bukan Siena, Elsa Beri Kesaksian di Ikatan Cinta

Hal itu dilakukan karena mereka akan bertemu dengan orang nomor satu di Indonesia.

Jokowi diketahui akan memberikan arahan terhadap seluruh Pejabat Utama Mabes Polri, Kapolda, hingga Kapolres dan Kapolrestabes seluruh Indonesia.

Acara pengarahan tersebut dikabarkan melalui Surat Telegram Rahasia (STR) dengan nomor: STR/764/X/HUM.1./2022 tertanggal Rabu 12 Oktober 2022, dengan aturan:

  1. Para peserta yang hadir diminta mengenakan seragam dinas tanpa penutup kepala dan tongkat.
  2. Para Perwira Tinggi (Pati) dan Perwira Menengah (Pamen) dilarang membawa para ajudan.

3.Peserta tidak diperbolehkan membawa telepon seluler, dan hanya boleh membawa alat tulis.

  1. Peserta yang hadir diminta untuk melakukan PCR terlebih dahulu yang difasilitasi Pusdokes Polri.
  2. Untuk ibadah salat Jumat, para peserta diminta melaksanakannya di Gedung Krida Bhakti, Sekretariat Negara.

Menanggapi pemanggilan para Perwira Polri tersebut, Analis Komunikasi Politik dan Militer Unas, Selamat Ginting menilai mereka tengah 'dipereteli' Jokowi.

Baca Juga: Biadab, Mama Sarah Beritahu Mama Rosa Andin Diculik hingga Depresi Kambuh, Al Marah Besar di Ikatan Cinta

Pasalnya, mereka tidak boleh membawa apapun selain buku dan alat tulis saat menghadap Jokowi sebagaimana tayang sebelumnya di Pikiran Rakyat “Kapolri-Kapolres Dipanggil ke Istana Tanpa Atribut dan Pengawalan, Pengamat: Mereka Seperti Dipereteli Jokowi

"Biasanya Presiden itu memanggil bersamaan, misalnya memanggil para Pangdam dan Kapolda, terus juga rapim TNI dan Polri digabung," ucap Selamat Ginting, Jumat, 14 Oktober 2022 pagi.

"Tapi kali ini spesial, bahkan presiden juga minta dalam Pengumuman itu bahwa anggota kepolisian salat Jumat di istana aja semuanya," ujarnya menambahkan.

Selamat Ginting pun menilai peraturan yang dibuat Jokowi untuk para petinggi Polri itu terkesan seperti melucuti petinggi aparat penegak hukum tersebut.

"Jadi seperti dipereteli, tidak bawa senjata, tidak boleh bawa handphone, tidak bawa tongkat komando, tidak boleh bawa ajudan, bahkan topi juga tidak pakai. Jadi seperti dalam tanda petik di gitu (dilucuti)," katanya.

Baca Juga: Tes Psikologi: Burung Pertama Kali Dipilih, Ungkap Apakah Anda Termasuk Orang Sombong

Selain itu, Selamat Ginting juga menyoroti adanya beberapa kasus yang memang belakangan ini membuat citra Polri semakin jatuh di mata masyarakat.

Salah satunya adalah terkait tragedi Kanjuruhan, di mana Polri bersikukuh penembakan gas air mata bukan penyebab jatuhnya 132 korban jiwa.

"Pertemuan yang akan dilakukan Jumat ini, setelah salat Jumat, ini memang ada beberapa kasus yang membuat posisi Polri itu sedang terpuruk," ucap Selamat Ginting.

"Bahkan dalam beberapa survei di bulan Agustus, September, dan Oktober ini turun drastis sampai di bawah 5 persen," ujarnya.

"Jadi kasus Sambo, kasus Kanjuruhan, itu kemudian membuat posisi polisi itu di mata masyarakat jatuh sekali. Belum lagi misalnya kemarin ada penjelasan-penjelasan dari polisi yang tidak menunjukkan empati dari kasus Kanjuruhan, seolah-olah defensif mempertahankan diri," tuturnya menambahkan.

Baca Juga: Aldebaran Kambing Hitamkan Mama Rossa atas Penculikan Andin di Ikatan Cinta

Menurut Selamat Ginting, hal ini justru bertolak belakang dengan temuan Komnas HAM dan berbagai pihak lain, yang sejak awal menyatakan bahwa penyebab jatuhnya banyak korban jiwa adalah gas air mata.

"Nah ini kan bertolak belakang dengan temuan-temuan misalnya Komnas HAM, itu pernyataan Humas Polri yang mengatakan, satu, bahwa penggunaan gas air mata tidak berbahaya. Kemudian yang kedua juga apalagi yang tidak mematikan, apalagi yang sudah kedaluwarsa," ujarnya.

"Dan ini menimbulkan efek bahwa Kenapa polisi begitu defensif? padahal temuan Komnas HAM misalnya dan juga hampir semuanya mengatakan bahwa persoalan ini dipicu oleh penggunaan senjata gas air mata yang tidak lazim di lapangan sepak bola," ucapnya.

"Bahkan dunia sepak bola juga mengutuk, jadi kemudian juga dalam pertandingan-pertandingan sepak bola juga spanduk atau baliho itu protesnya bahwa polisi Indonesia membunuh penonton sepak bola," tutur Selamat Ginting menambahkan.

Dia pun kembali menegaskan bahwa Polri mendapat banyak kritikan karena sikap yang defensif dan enggan mengakui kesalahan dalam tragedi Kanjuruhan ini.

"Itu kan juga sebuah kesimpulan dari pecinta sepak bola dunia ini juga bahan yang menarik, mestinya polisi segera melakukan introspeksi dan menyatakan rasa penyesalan, permintaan maaf, dan lain-lain. Bukan kesannya defensif dan membela diri," kata Selamat Ginting, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari kanal Youtube Hersubeno Point.*** Eka Alisa Putri / Pikiran Rakyat

Editor: Rahman Agussalim

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler