SBY Soroti Pilres AS: di Era Post Truth, Ucapan Pemimpin Harus Benar dan Jujur

20 Januari 2021, 11:34 WIB
Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). /Instagram @aniyudhoyono

POTENSIBISNIS - Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan, drama politik di AS saat ini dapat dipetik pelajarannya.

SBY menyampaikan delapan catatan, demikian berkaca dari Presiden AS, Donal Trump yang menyebutkan Pilpres AS sarat kecurangan.

Sehingg, atas ucapan Donald Trump para pendukungnya menyerang Gedung Capitol Hill dan terjadi kericuhan.

Baca Juga: Jadi Wakil Bupati Terpilih, Sahrul Gunawan Bocorkan Kedekatan dengan Wanita Bandung

"Pertama, sistem demokrasi tidaklah sempurna, terutama implementasinya. Ada wajah baik & wajah buruk dalam demokrasi. Namun, tidak berarti sistem otoritarian & oligarki lebih baik. *SBY*," kata SBY melalui unggahannya di akun Twitter pribadi @SBYudhoyono dikutip PotensiBisnis.com pada Rabu, 20 Januari 2020.

Menurutnya, di era post truth politic mestinya ucapan pemimpin harus benar dan jujur. Sebab jika tidak, akan berdampak besar.

"Kedua, di era "post-truth politics", ucapan pemimpin (presiden) hrs benar & jujur. Kalau tidak, dampaknya sgt besar. Ucapan Trump bhw pilpresnya curang (suaranya dicuri) timbulkan kemarahan besar pendukungnya. Terjadilah serbuan ke Capitol Hill yg coreng nama baik AS. *SBY*," kata SBY.

Baca Juga: Google Earth Tangkap Sinyal SOS Minta Tolong di Pulau Laki Tak Jauh dari Jatuhnya Sriwijaya Air SJ18

SBY menerangkan post truth politic (politik yang tidak berlandaskan pada fakta, termasuk kebohongan yang sistematis dan berulang pada akhirnya akan gagal.

"Ketiga, "post-truth politics" (politik yg tdk berlandaskan pada fakta), termasuk kebohongan yg sistematis & berulang, pada akhirnya akan gagal," katanya.

Baca Juga: Istri Mantan Pacar Melahirkan, 'Ya Allah' Tak Disangka Bidan Ini Lakukan Hal Mengejutkan

"Pemimpin akan kehilangan "trust" dari rakyatnya, krn mereka bisa bedakan mana yg benar (faktual) dgn yg bohong (tdk faktual). *SBY*," ujarnya.

Dikatakan SBY, setiap pemilu akan ada yang menang dan ada yang kalah. Siapapun yang kalah wajib terima kelahannya.

"Ucapkan selamat kpd yg menang. Itulah tradisi politik & norma demokrasi yg baik. Sayangnya, sbg champions of democracy, ini tdk terjadi di AS skrg. *SBY*," ujarnya.

Baca Juga: Tak Sengaja Patroli Melintas Jembatan, Polisi Temukan Tumpukan 'Uang' Rp40,5 Miliar

SBY menyayangkan pergantian kekuasaan yang damai tak terjadi di AS, transisi kekuasaan dibarengi luka, kebencian dan pemusuhan,

"Ini petaka bagi AS yg politiknya terbelah (deeply divided). Energi Biden bisa habis utk satukan AS hadapi tantangan ke depan. *SBY*," kata dia.

SBY juga mengatakan, jelang pelantikan Joe Biden, Washington DC mencekam, banyak brikade dan dalam pengamanan ketat 25.000 tentara.

Baca Juga: Hasan Putra Syekh Ali Jaber Malu saat Dijodohkan dengan Wirda Mansur, Ini Profilnya

"Siapa ancamannya ? Kali ini bukan musuh dr luar, spt biasanya, tapi "teroris domestik". Ini titik gelap dlm sejarah AS. Juga warisan buruk yg ditinggalkan Trump. *SBY*," ujarnya.

Menurutnya, setiap krisis selalu ada pahlawannya. Dirinya mengaku respek kepada Wapres Mike Pence yang menunjukkan karakter kesatrianya,

"Dgn menerima hasil Pilpres yg lalu meskipun kalah. Dia tolak “perintah” Trump utk ubah hasil pemilu krn tak berdasar. Dia hormati konstitusi & demokrasi. *SBY*," ujarnya.

SBY menilai bawah Pence bukan tipe yang haus kekuasaan, tak memanfaatkan kesempatan untuk ambil alih kepemimpinan.

"Pence bukan tipe yg haus kekuasaan. Dia tak memanfaatkan kesempatan utk ambil alih kepemimpinan meskipun diminta secara resmi oleh DPR AS (sesuai amandemen ke-25 konstitusi AS). Pence menolak, karena bukan itu yg terbaik bagi bangsa AS. *SBY*," kata SBY.***

Editor: Pipin L Hakim

Sumber: Twitter

Tags

Terkini

Terpopuler