Beliau menjawab, “Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan salat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan salat adalah kafir dan murtad.
Dalil bahwa meninggalkan salat termasuk bentuk kekafiran sebagaimana firman Allah SWT:
“Jika mereka bertaubat, mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At Taubah: 11).
Disebutkan pula alasan lainnya adalah sabda Nabi SAW:
“Pembatas antara seorang muslim dengan kesirikan dan kekafiran adalah meninggalkan salat.” (HR. Muslim no. 82).
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai salat. Barang siapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah.
Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani).
Pendapat yang mengatakan bahwa meninggalkan shalat merupakan suatu kekafiran adalah pendapat mayoritas sahabat Nabi bahkan dapat dikatakan pendapat tersebut adalah ijma’ (kesepakatan) para sahabat.
Abdullah bin Syaqiq (seorang tabi’in yang sudah masyhur) mengatakan, “Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amalan yang apabila seseorang meninggalkannya akan menyebabkan dia kafir selain perkara salat.”
(Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari ‘Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy ,seorang tabi’in.